Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panggung Sandiwara Negara Indonesia

Kompas.com - 18/01/2015, 15:40 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Dunia ini panggung sandiwara
ceritanya, mudah berubah
kisah Mahabarata
atau tragedi dari Yunani
....

Begitu kata kelompok musik God Bless lewat lagunya yang berjudul "Panggung Sandiwara", yang boleh jadi mengadaptasi kata-kata William Shakespeare:

All the world's a stage, and all the men and women merely players: they have their exits and their entrances....

Dunia ini panggung sandiwara, semua pria dan wanita cumalah pemeran: mereka masing-masing memiliki pintu keluar dan pintu masuk sendiri-sendiri....

Serupa itulah kiranya yang sedang kita saksikan sekarang. Sebuah pertunjukan kenegaraan dengan lakon-lakon besar yang dimainkan oleh beberapa pemeran yang dampaknya membuat gonjang-ganjing ini negeri.

Awalnya kita menyaksikan para petinggi negeri mengumumkan kenaikan harga BBM pada 17 November 2014. Seperti permainan karambol, kenaikan BBM menjadi bidak yang meluncur ke sana kemari mengenai bidak-bidak lain. Begitu pun kenaikan BBM, meluncur dan menggerakkan harga-harga lainnya turut bergerak naik.

Menjelang pergantian tahun, panggung diramaikan lagi oleh beberapa menteri yang mengumumkan bakal turunnya harga BBM menjadi Rp 7.600 untuk premium. Ah... tapi mereka lupa, bidak-bidak karambol itu cukup sulit untuk kembali ke posisi semula. Walhasil, kendati harga BBM sudah turun di awal tahun, toh harga-harga kebutuhan pokok belum kembali ke posisi dan harga semula. Harga cabai masih Rp 80.000 per kg..., daging Rp 110.000 per kg, gas Rp 140.000 per 12 kg, telur Rp 24.000 per kg, sayuran, dan juga ongkos transportasi yang tampaknya sudah nyaman pada posisi terbaru.

Di antara desing dan kesiut harga-harga yang melambung, ada juga drama dua babak kita saksikan dari reruntuhan pesawat AirAsia, saat peran Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo diambil oleh Panglima TNI Muldoko saat mengangkat puing ekor pesawat dan black box.

Sampai-sampai Bambang Soelistyo berkomentar, "Di sini saya tekankan, kita mencari korban dan black box, bukan ekor. Sekali lagi korban dan black box bukan ekor," ujar Soelistyo dalam konferensi pers di kantornya, Jl Angkasa, Kemayoran, Jakpus, Sabtu (10/1/2015).

Karuan saja, "pengambilan peran" ini pun mengundang komentar dari pembaca Kompas.com.

Calo Kardus: 
terlalu banyak ritual.. Indonesia bangeud!

Adhitya Putra
mau pencitraan monggo, ndral.....

Bububudi
Ada misi apa si pak panglima sampai segitu rajinnya? klo bantu ya bantu tp ga perlu wara wiri ke lokasi? memotivasi anggota tni??

Wong Kito
Dinegara2 maju manapun, mana ada panglima yang sampe ngurus pencarian black box. Seharusnya ketua Basarnas yang turun langsung....

Beberapa hari berikutnya, berbarengan ditemukannya kembali beberapa jenazah korban AirAsia, panggung negara ini pun dikejutkan oleh pengumuman KPK yang menjadikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi. Kontan, peristiwa ini langsung membuat gaduh seisi negeri. Sebab, pada saat yang bersamaan, jenderal bintang tiga polisi itu juga sedang melakukan uji kelayakan di hadapan anggota Komisi III DPR RI.

Publik pun bertanya-tanya, apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan para petinggi negeri ini. Segera saja, interpretasi dari "drama" panggung negeri bergerak liar dari mulut ke mulut, dari komen ke komen, dan dari status ke status di media sosial.

Seorang kawan bilang, "Tidak seperti saat memilih menteri-menterinya, Jokowi kali ini tidak mengajak Abraham Samad sebelum memilih calon Kapolri. Walhasil, Samad pun mengumumkan Budi jadi tersangka--meski tidak melalui tahap pemanggilan dan lain-lain. Barangkali saja Samad tidak mau melihat negeri ini hancur lantaran institusi kepolisian akan dipimpin oleh seorang jenderal yang berapor merah, sehingga dia buru-buru mencegat laju Pak BG menuju kursi nomor satu di institusi Kepolisian RI itu."

Suara lain bilang, "Ini siapa sebenarnya yang sedang bermain? Si Joko, Si Samad, Si Budi, atau ibunya si Budi? Atau....? semangkin mbelgedes nih republik. Ayo dong Mas Jok, yang sat set sat set, trengginas, dan tegas gitu lho. Enggak usah dengerin si bewok, Ibu Budi, atau siapa pun. Dengerin saja hatimu sendiri, sebagaimana dulu sampean bekerja dan menjalankan amanat rakyat."

Lantas kawan saya Dhenok ikutan bersuara, "Kalau aku menduga-duga, sebenarnya Pak Jokowi dan Pak Samad sedang bermain dalam satu tim yang elok banget. Tidak ngajak Pak Samad sebelum memilih calon Kapolri? Halaaah... paling mereka telpunan dan merancang ini semua. Pak Jokowi 'mencuri bola', menendang ke arah Samad, Samad menembak ke arah gawang. GOOOOOLLL! Andai saja 'Ibu Budi' tahu sedang dipecundangi...betapa akan murka Beliau. (Oh...aku sangat menyayangi keduanya, 'Ibu Budi' dan Pak Jokowi. Semoga pikiran baik datang dari segala penjuru melingkupi mereka)."

Kawan saya Noorca M Massardi tak mau ketinggalan, "mas budi konon orangnya mbakyu. mas joko tak bisa menolak. makanya dia tunggu rekomendasi mas kompol. mas sam yg paham situasi langsung membantu mas joko dgn menetapkan mas budi sebagai tersangka. koalisi yg terpecah pun bersatu membela mas budi. mas joko akan melantik dgn senang hati smp mas budi kelak ditahan dan disidangkan kpk. mas joko tidak akan halangi kpk walau dia tidak akan mendukung secara terbuka. lalu mas joko akan gantikan dgn wakilnya. tangan mas joko bersih, tanpa menyakiti mbakyunya, dan dpr bersatu mendukungnya walau hanya karena ingin bubarkan kpk. rakyat akan menghujat dpr dan mendukung kpk. mas joko senang2 saja karena bukan dia pribadi yang merekomendasikan mas budi dan menang di sejumlah medan konflik tanpa ngasorake. posisi pribadinya pun sebagai presiden semakin kuat. maka jangan salah membaca peta."

Ya, ya... Penunjukan Budi sebagai calon tunggal Kapolri memang menimbulkan polemik. Selain dituding memiliki rekening gendut, dia juga disebut "titipan" dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu dikenal akrab dengan Megawati karena pernah menjadi ajudannya selama 2001-2004. Atas hal ini pula, banyak pihak menuding Jokowi telah melakukan politisasi di tubuh Polri.

Adegan Pak BG belum lagi mencapai klimaks, panggung diisi adegan lain. Kali ini giliran Kapolri Sutarman dan Kabareskrim Komjen Suhardi Alius dicopot dari jabatannya dan harus terima dimutasi ke Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Seorang kawan menanggapi, Tarman diberhentikan oleh Joko Widodo karena mantan Kapolri itu memang tak disukai Ibu Megawati karena Tarman dikenal sebagai orangnya Mas Beye, musuh bebuyutan Mbak Ega. Padahal, Mas Tarman baru pensiun Oktober nanti. Tapi langkah itu penting buat menghibur Mbak E.

Atas peristiwa ini, pengamat hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, pun ikut mengkritik cara Jokowi melakukan reorganisasi di Korps Bhayangkara. Melalui akun Twitter miliknya, Yusril menyatakan, proses pemberhentian yang dilakukan Jokowi terhadap Sutarman bertentangan dengan undang-undang sebab pemberhentiannya tidak melalui persetujuan DPR terlebih dahulu.

"Saya ingat betul perdebatan perumusan pasal ini DPR ketika saya mewakili Pemerintah membahas RUU Kepolisian. Mestinya Presiden dan DPR tahu bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dilakukan satu paket bukan dipisah," tulis Yusril dalam akun @Yusrilihza_Mhd, Sabtu (17/1/2015).

Di panggung itu kini wajah Jokowi menampakkan ekspresi yang tegang. Kompas menulis, sepekan terakhir, Presiden Joko Widodo yang menjadi sorotan publik pasca-pengajuan calon Kepala Kepolisian Negara RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, ke DPR dan di tengah tekanan politik yang kuat, Presiden tetap menjalani tugas kenegaraan dengan senyum meskipun ada kalanya menunjukkan rasa tak nyaman.

Kendati aktivitas dan jadwal kerja Presiden berjalan seperti biasa, selama sepekan ini suasana istana maupun saat kunjungan kerja ke beberapa daerah terasa berbeda. Misalnya, kompleks istana yang biasanya terasa hangat mendadak berjarak.

Orang awam seperti kita pastilah mereka-reka, seperti apa drama yang sedang berlangsung di istana saat ini, sehingga menjadikan Jokowi tak secerah dulu lagi?

Adakah di istana banyak makhluk halus maupun makhluk kasar yang membisiki sekaligus menekan sang presiden? Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Adian Napitupulu, menyebut Istana sebagai lokasi yang mengerikan, di mana di dalamnya terdapat penjilat dan kaum munafik. Bagi Adian, mereka sangat berbahaya karena dapat memberikan citra buruk pemerintah di mata masyarakat.

"Politik di sekitar Istana memang mengerikan, ada penjilat, ada para munafik, ada pembisik informasi palsu, ada yang diam-diam tapi pengkhianat, ada yang manggut-manggut tapi menikam dari belakang, ada mata-mata, ada agen rahasia, ada yang mengancam dengan kata, ada yang dengan senjata, ada yang dengan guna-guna, si jahat bekerja di dunia nyata hingga maya. Di Istana ada ribuan kepentingan yang bekerja dengan jutaan cara," ujar Adian dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (16/1/2015) seperti dikutip Merdeka.com.

Waktu terus berdetak, panggung republik ini terus berganti adegan. Dan, pada Minggu 18 Januari 2015, sebanyak lima terpidana mati dieksekusi di Lapas Nusakambangan dan Boyolali pada pukul 06.00 pagi. Mereka adalah Ang Kim Soei (62) warga negara Belanda, Namaona Denis (48) warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (38) warga negara Indonesia.

Ssssttt... sebelum lupa, lihatlah, di panggung beberapa hari lalu juga muncul adegan yang bikin kita bisa menarik napas lega. Sebab, pada pergantian hari pada malam nanti, harga BBM akan turun kembali. Harga premium menjadi Rp 6.600 per liter. Solar menjadi Rp 6.400 per liter, elpiji 12 kg turun menjadi Rp 129.000. Kemudian, semen yang diproduksi oleh BUMN (grup Semen Indonesia) turun Rp 3.000 per zak.

***
Sandiwara di negeri ini memang akan terus berlangsung. Sudah pasti dengan cerita dan pemeran yang terus berganti. Mereka yang sekarang jadi pemeran utama, esok nanti akan jadi figuran atau bahkan jadi penonton. Begitu pula sebaliknya, mereka yang sekarang jadi figuran, bisa jadi esok bakal jadi lakon, atau bahkan menjadi dalang.

Pergantian Kapolri, turunnya harga BBM, pelaksanaan hukuman mati, adalah lakon yang sedang kita saksikan hari ini. Esok, entah apa yang akan tergelar di panggung drama negara kita.

Sebagian peran bisa kita perjuangkan untuk mendapatkannya, selebihnya tentu saja urusan Ilahi yang mengaturnya. Sebab, semua peran akan dicatat dan dikenang, maka jalani peran sebaik yang kita bisa, agar baik juga catatan dan kenangan orang akan peranan kita.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com