Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Rasa" Menunggang Gelombang Bersama Kapal Pencari AirAsia QZ8501

Kompas.com - 03/01/2015, 04:37 WIB
Roderick Adrian Mozes

Penulis

KUMAI, KOMPAS.com - Misi pencarian puing dan korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 oleh kapal SAR KN101 Purworejo, Jumat (2/1/2015), masih terus berhadapan dengan cuaca buruk di perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Saya--fotografer Kompas.com, Roderick Adrian Mozes--dan beberapa rekan jurnalis lain merasakan seperti apa rasanya dihantam ombak berketinggian 4 meter sampai 5 meter, saat meliput dengan turut menumpang kapal ini.

Pada Jumat pagi, cuaca memang cerah. (Baca: Demi Tak Tertinggal Kapal Pencari AirAsia QZ8501). Bahkan, saat kami meninggalkan pelabuhan menuju laut lepas, tak terlihat satu pun awan mendung apalagi turun hujan.

Jumat pagi, angin saja yang terasa bertiup kencang. Satu jam setelah kapal angkat sauh, tim penyelam dari Basarnas pun mulai menyiapkan segala perlengkapan selam, radio komunikasi bawah air, hingga peralatan untuk melihat di kedalaman laut.

Para penyelam ini mencari puing pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh pada Minggu (28/12/2014). Saya merekam semua aktivitas mereka itu, sejak mengisi tabung oksigen hingga mengecek perlengkapan selam.

Salah satu anggota tim penyelamat sempat mengingatkan kami untuk memasang pelampung terlebih dahulu sebelum meliput. "Kita enggak tahu kondisi cuaca, mas. Kadang berubah drastis. Buat jaga-jaga saja," kata dia.

Setelah memakai pelampung, saya kembali memotret. Pelahan saya rasakan laju kapal bertambah cepat, goyangan juga lebih terasa, tetapi saya masih memotret. Saya baru berhenti ketika badan sudah tak bisa berdiri stabil tanpa berpegangan.

"Pintar" yang tak bertahan lama

Namun, saat saya berhenti itu, adalah ketika mabuk laut sudah memutar "dunia" saya. Waktu itu, menyesal tak sempat sarapan adalah pikiran pertama yang melintas. Namun, bagaimana mau sarapan kalau harus bangun pada dini hari untuk mengejar kapal ini dan tak ada warung buka?

Begitu mabuk ini terasa, ingin mengikuti jejak teman-teman yang lebih dulu menyantap mi instan, saya sadari sudah terlambat. Perut terlanjur bergejolak. Maka, pikiran saya bekerja cepat, "Cari tempat duduk dan tidur!"

KOMPAS.com/Roderick Adrian Mozes Para wartawan dan fotografer yang turut dalam pencarian puing dan korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di kapal SAR KN101 Purworejo, Jumat (2/1/2015).

Dengan ide yang muncul di dalam kepala itu, saya pun meletakkan kamera, meminum obat herbal yang kata jargonnya adalah pilihan orang pintar, dan kemudian memejamkan mata. Gelombang sudah semakin kuat terasa menggoyang KN101.

"Kepintaran" saya hanya bertahan setengah jam, untuk 30 menit sejak keputusan memejamkan mata itu saya spontan bangkit, setengah berlari ke kamar mandi, dan muntah. Semua makanan dan minuman pada Kamis (1/1/2015) malam, tumpah sudah.

Jangan tanya rasa yang menyengat lidah seketika. Saya segera kembali ke tempat duduk dan mencoba tidur lagi. Kali ini saya bisa tertidur agak lama ketika harus terbangun lagi karena kerasnya goyangan kapal yang terdorong ombak.

Tak lama kemudian saya kembali berlari dan kali ini tidak sampai mencapai kamar mandi. Saya keluar ke selasar samping kanan kapal, menjulurkan kepala saya melewati pagar pembatas, berhadapan dengan laut yang bergelora, untuk muntah lagi.

Satu petugas datang mendekat dan memegang pundak saya. "Mas, ke kamar mandi saja. Lebih enak dan aman," ujar dia. Saat itu saya baru sadar, pelampung sudah tak lagi melekat di badan. Namun, sadar kali ini tak lama, karena saya langsung berlari ke kamar mandi, muntah lagi.

Ada yang sampai pingsan

Sepanjang perjalanan kapal KN101 mencari puing dan korban AirAsia QZ8501, Jumat, kamar mandi adalah tempat paling akrab buat saya. Tempat yang biasanya tak sering-sering ditengok ini, menjadi tempat saya enam kali berjongkok di atasnya dan memuntahkan apa yang mungkin masih ada di perut, hanya dalam setengah hari.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Tim penyelam dari Basarnas menyiapkan perlengkapan selam di atas kapal SAR KN101 Purworejo, di tengah perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Jumat (2/1/2015). Pencarian kembali mengalami kendala akibat ketinggian ombak mencapai hingga lima meter.


Muntahan terakhir hanya menyisakan semacam lendir kekuningan. Asam lambung. Namun, perut saya pun mulai bisa bersahabat dengan goyangan kapal. Semakin tenang rasanya, saat salah satu kawan mengatakan kapal sudah berbalik arah kembali ke pelabuhan.

Baru saat itu saya tersadar, saya tidak sendirian asyik-mahsyuk dengan kamar mandi. Sejumlah rekan juga mengalami hal yang sama. Fotografer Banjarmasin Post, Donny, misalnya, mengaku muntah tiga kali. Bahkan, ada kru media yang sampai pingsan dan butuh pertolongan dokter kapal.

Masih sekitar 30 sampai 45 menit sebelum kapal bersandar, dan rencananya pada Sabtu (3/1/2015) pagi kapal akan bertolak lagi untuk kembali mencari puing dan korban kecelakaan pesawat.

Bagi saya, Jumat petang terasa berada di surga ketika sudah bisa berjumpa dengan segelas teh manis hangat dan sepiring nasi. Namun, saya tak kapok ikut kapal pencari, terlepas dari penugasan yang saya terima.

Pembesar hati saya adalah kutipan yang kurang lebih bilang, "Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Semoga Sabtu pagi cuaca lebih bersahabat, dengan goyangan laut yang sedang-sedang saja. Semoga pencarian berjalan lancar pula...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com