Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Hanya Perbolehkan Dua Kali PK, Apa Tanggapan Jaksa Agung?

Kompas.com - 29/12/2014, 20:49 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo menyambut baik keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa upaya hukum peninjauan kembali (PK) hanya boleh diajukan sebanyak dua kali. Menurut dia, kebijakan yang diambil MA merupakan sebuah kemajuan.

"Saya dapat info dari Pak Toni (Kapuspenkum), MA sudah buat statement PK hanya bisa diajukan dua kali. Itu sudah langkah maju. Tapi itu belum cukup," ujar Prasetyo, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (29/12/2014).

Prasetyo mengatakan, seharusnya MA bukan hanya membatasi jumlah pengajuan PK, tetapi juga memberikan batasan terkait waktu untuk mengajukan PK. Menurut dia, pemberian batas waktu penting agar narapidana tidak mengulur-ngulur waktu untuk mengajukan Novum (bukti baru).

"Yang penting pembatasan waktu pengajuan PK harus ditentukan. Ketika orang ajukan PK itu tidak ada batasan waktu orang ajukan novumnya," kata Prasetyo.

Menurut Prasetyo, ketika narapidana mengajukan PK, Kejaksaan tidak bisa memaksakan kapan novum itu diajukan. Dia berharap, pembatasan waktu pengajuan PK tersebut diatur lebih lanjut sehingga terpidana mati segera mendapatkan kepastian hukum.

"Dengan pembatasan waktu ini, kita harapkan jadi solusi baik ada kepastian hukum," kata Prasetyo.

Kemudian, ia mencontohkan pembatasan waktu dalam pengajuan grasi. Narapidana, kata dia, hanya memiliki batas waktu selama satu tahun untuk mengajukan grasi, sejak putusan dinyatakan incracht.

"Di luar satu tahun bisa ditafsirkan yang bersangkutan tidak mengajukan pengampunan. Jadi tidak gunakan haknya," kata Prasetyo.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menyepakati pengajuan upaya hukum peninjauan kembali untuk perkara pidana hanya bisa dilakukan dua kali. Meski demikian, MA belum memutuskan instrumen apa yang akan digunakan untuk mengatur ketentuan tersebut. Sejauh ini, di MA hanya dikenal ketentuan peraturan MA dan surat edaran MA.

Hakim agung Topane Gayus Lumbuun, Minggu (28/12), mengungkapkan, kesepakatan upaya hukum PK hanya boleh dua kali telah diputuskan dalam rapat pleno kamar pidana di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Hanya, belum ada kesepakatan di antara para hakim agung apakah ketentuan itu dibuat dalam bentuk aturan yang mengikat internal MA (surat edaran MA/sema) atau aturan yang mengikat secara umum dalam peraturan MA (perma).

”MA harus segera memastikan hal ini dengan menerbitkan perma. Perma itu berlaku sampai ada undang-undang (UU) yang dibuat pemerintah dan DPR yang mengatur kekosongan hukum tersebut,” kata Gayus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com