Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Disarankan Revisi Aturan mengenai Hak "Recall"

Kompas.com - 19/12/2014, 22:27 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, aturan mengenai hak recall yang diatur dalam UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) harus direvisi. Hak recall dianggap membuat wakil rakyat mengkhianati mandat konstituen mereka.

Melalui hak recall, kata Lucius, seorang elite partai politik memiliki kekuatan absolut dan mampu menyetir kader mereka yang duduk di parlemen. 

"Partai politik belum bisa menyelesaikan permasalahan oligarki politik seperti ini. Sehingga para elite dapat menyetir keputusan yang diambil kader," kata Lucius di Jakarta, Jumat (19/12/2014).

Dalam banyak kasus, menurut Lucius, tak jarang sikap yang diambil seorang politisi di parlemen merupakan representasi keinginan segelintir elite parpol. Para politisi itu khawatir mereka akan diganti jika tidak mematuhi keinginan elite tersebut. Padahal, kata Lucius, seharusnya sikap wakil rakyat yang duduk di DPR dalam pengambilan keputusan menggambarkan keinginan konstituen mereka di daerah karena setiap produk legislasi berdampak luas terhadap masyarakat.

Revisi atas hak recall dinilai Lucius akan mereduksi wewenang segelintir elite politik. Anggota DPR harus diberikan wewenang otonomi yang lebih kuat sehingga mereka tak lagi takut kepada elite politik ketika menyuarakan kepentingan masyarakat banyak.

"Ketika mereka secara telanjang berhadap-hadapan dengan parpolnya, sementara dari rakyat sendiri yang diwakili DPR tidak ada mekanisme yang bisa membuat DPR takut kepada rakyatnya," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assiddiqie mengusulkan hal serupa. Menurut dia, hak recall bertentangan dengan asas demokrasi. Jimly mengungkapkan, sering kali perbedaan pendapat dijumpai di parlemen. Perbedaan merupakan bagian dari hak mengutarakan pendapat yang menjadi hak asasi manusia.

"Kebijakan party recall ini harus diubah. Seorang anggota parlemen itu tak boleh diberhentikan hanya karena berbeda pendapat dengan ketua umum," ujar Jimly saat diskusi yang diselenggarakan Institut Peradaban dan Populi Center bertajuk "Politik Indonesia 100 Hari Jokowi" di Jakarta, Rabu (17/12/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

Nasional
Moeldoko: Tapera Tidak untuk Biayai Makan Siang Gratis, Apalagi IKN

Moeldoko: Tapera Tidak untuk Biayai Makan Siang Gratis, Apalagi IKN

Nasional
Projo Bakal Komunikasikan Dukungannya untuk Calon Kepala Daerah ke Jokowi dan Prabowo

Projo Bakal Komunikasikan Dukungannya untuk Calon Kepala Daerah ke Jokowi dan Prabowo

Nasional
Pilkada 2024, Projo Dukung Bobby, Khofifah, dan Airin karena Selaras Prabowo-Gibran

Pilkada 2024, Projo Dukung Bobby, Khofifah, dan Airin karena Selaras Prabowo-Gibran

Nasional
Budi Djiwandono Batal Maju Pilkada DKI, Demokrat: Jakarta Butuh Kepala Daerah Berpengalaman

Budi Djiwandono Batal Maju Pilkada DKI, Demokrat: Jakarta Butuh Kepala Daerah Berpengalaman

Nasional
Saat Jokowi Ajak Warga Riau Makan Siang Bersama Usai Shalat Jumat

Saat Jokowi Ajak Warga Riau Makan Siang Bersama Usai Shalat Jumat

Nasional
Tingkatkan SDM dan Dukung Ekonomi Biru, Kementerian KP Ikutkan Peserta Didik dalam MBKM

Tingkatkan SDM dan Dukung Ekonomi Biru, Kementerian KP Ikutkan Peserta Didik dalam MBKM

Nasional
22 Jemaah yang Berhaji Tanpa Visa Resmi Dideportasi, 10 Tahun Tak Boleh ke Saudi

22 Jemaah yang Berhaji Tanpa Visa Resmi Dideportasi, 10 Tahun Tak Boleh ke Saudi

Nasional
Temui Sri Mulyani, Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Komitmen Jaga Fiskal

Temui Sri Mulyani, Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Komitmen Jaga Fiskal

Nasional
Ketua Pembina Yayasan Tolak Universitas Trisakti Jadi PTN-BH

Ketua Pembina Yayasan Tolak Universitas Trisakti Jadi PTN-BH

Nasional
Pansel Buka Pendaftaran Capim KPK mulai 26 Juni sampai 15 Juli 2024

Pansel Buka Pendaftaran Capim KPK mulai 26 Juni sampai 15 Juli 2024

Nasional
KPK Kembali Periksa Seorang Mahasiswa Terkait Korupsi Harun Masiku

KPK Kembali Periksa Seorang Mahasiswa Terkait Korupsi Harun Masiku

Nasional
Polri Tangkap Buronan Nomor 1 Thailand di Bali

Polri Tangkap Buronan Nomor 1 Thailand di Bali

Nasional
Moeldoko Sebut Tapera Akan Diawasi Komite untuk Cegah Korupsi

Moeldoko Sebut Tapera Akan Diawasi Komite untuk Cegah Korupsi

Nasional
Tak Disanksi, Anggota Densus 88 Diduga Diperintah Atasan Buntuti Jampidsus

Tak Disanksi, Anggota Densus 88 Diduga Diperintah Atasan Buntuti Jampidsus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com