Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merevisi Kurikulum 2013

Kompas.com - 08/12/2014, 14:00 WIB


Oleh: Doni Koesoema A

KOMPAS.com - Hasil revisi Kurikulum 2013 kemungkinan akan segera diumumkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayan Anies Baswedan. Jika revisi hanya mengacu persoalan teknis-implementatif, revisi tak akan berguna, sebab pokok persoalan sesungguhnya lebih pada substansi, bukan isi materi atau implementasi. Inilah yang harus direvisi. Revisi harus menyentuh hal-hal yang fundamental yang selama ini jadi persoalan serius dalam Kurikulum 2013.

Tiga langkah perlu dilakukan. Pertama, merevisi landasan yuridis pelaksanaan Kurikulum 2013, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 32 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan yang merevisi PP No 19 Tahun 2005. Revisi PP No 32 Tahun 2014 akan berdampak pada revisi peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (permendikbud) yang jadi dasar pelaksanaan Kurikulum Pendidikan.

Kedua, revisi atas PP No 32 Tahun 2014 akan berdampak pada revisi atas beberapa landasan konseptual filosofis pedagogis Kurikulum 2013 yang selama ini dianggap bermasalah, seperti konsep Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Silabus, tematik integratif, desain buku ajar, dan sistem evaluasi dan penilaian.

Ketiga, revisi pendekatan praktis dalam metode pelatihan guru terkait substansi, isi, dan keterampilan yang dibutuhkan.

Fokus revisi

Ada 10 fokus revisi yang harus dilakukan tim revisi bentukan Anies. Tanpa menyentuh 10 hal fundamental ini, revisi tak akan bermakna karena hanya akan melanjutkan sebuah implementasi kurikulum yang dasar pijakannya sudah keliru sejak awal. Pertama, revisi konsep Kompetensi Inti. Kompetensi Inti dipahami sebagai ”tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik”.

Kompetensi Inti yang dipahami sekadar menjadi sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan sangatlah meredusir kekayaan, hakikat, dan proses belajar itu sendiri. Apalagi jika kompetensi spiritual hanya dipahami sebagai ”menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya”, yang berlaku sama untuk seluruh jenjang dari tingkat dasar sampai menengah,  sedangkan sikap hanya mengacu pada perilaku tertentu yang sifatnya sangat terbatas. Kurikulum 2013 telah memasukkan sebuah konsep dasar yang meredusir kekayaan kompleksitas proses belajar yang sesungguhnya.

Inilah yang perlu direvisi. Revisi terutama justru mengembalikan hakikat proses belajar yang melampaui sekadar pengembangan sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi Inti harus didesain secara utuh dan komprehensif, tak parsial dengan membagi-baginya menjadi komponen-komponen yang akan diselaraskan dalam proses belajar.

Kedua, pengarusutamaan pada spiritualisme. Kurikulum 2013, dengan memagari proses pembelajaran pada kompetensi inti, terutama pada sikap spiritual, telah menghasilkan spiritualisasi proses pembelajaran. Proses belajar diarahkan semuanya pada praksis “penghayatan dan pengamalan agama yang dianut siswa”. Ini sebuah pendekatan kurikulum yang sangat absurd, memiskinkan kekayaan pengalaman belajar, dan mendiskriminasi siswa yang agamanya tidak resmi diakui oleh pemerintah. Akibatnya, muncul definisi Kompetensi Dasar (KD) yang tak masuk akal, aneh-aneh, dan lucu.

Pada pelajaran Matematika kelas X, misalnya, definisi kompetensi inti dan dasar ternyata sama, yaitu menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Ini pelajaran matematika atau pelajaran agama? Pendekatan spiritualis seperti inilah yang harus direvisi menjadi pendekatan pembelajaran yang lebih rasional, mengedepankan akal budi dan nilai-nilai universal yang bisa dipelajari semua orang.

Ketiga, pendidikan agama dan budi pekerti. Kurikulum 2013 telah memperkenalkan sebuah konsep yang sangat keliru tentang kaitan antara pendidikan agama dan budi pekerti. Ketatnya jumlah jam belajar telah memaksa pemerintah menggabungkan pendidikan agama dengan budi pekerti. Pemerintah salah memahami seolah-olah agama-agama mengajarkan pendidikan budi pekerti yang berbeda.

Padahal, agama memiliki domain ajaran yang berbeda dengan pendidikan budi pekerti. Pelajaran agama bersifat eksklusif, dogmatis, ritual, sedangkan pendidikan budi pekerti bersifat inklusif, terbuka, dan mengacu pada praksis kehidupan bersama secara bijak, adil, saling menghormati.

Apabila pendidikan agama masuk ranah kepercayaan yang sifatnya sangat subyektif, pendidikan budi pekerti berada pada ranah moral yang memiliki kodifikasi nilai universal, berupa nilai-nilai moral kemanusiaan. Mengintegrasikan pendidikan budi pekerti pada pendidikan agama jelas akan kian menyegregasi anak-anak Indonesia berdasarkan kelompok agama dan ini akan mereduksi pengalaman mereka akan keragaman dan kebersamaan.

Keempat, revisi silabus. Silabus bagian tak terpisahkan dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Silabus harus direvisi karena telah terjadi logika terbalik. Kurikulum 2013 ternyata membuat silabus berdasarkan buku yang sudah dicetak, menyesuaikan dan menambahkan apa yang kurang. Permendibud No 57 Tahun 2014 menjelaskan adanya tiga pola format silabus: (1) KD diberi keterangan:  KD buku, KD silabus, KD buku dan silabus, KD buku tetapi tidak sesuai permendikbud. (2) KD diberi keterangan: ada di buku, tidak ada di buku. (3) KD Dasar tanpa keterangan. Keterangan ini mengindikasikan bahwa silabus dibuat berdasarkan buku, dan bukan buku berdasarkan silabus. Logika terbalik ini membuat kualitas buku kurikulum dipertanyakan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com