Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus TI Perpustakaan, Mantan Wakil Rektor UI Divonis 2,5 Tahun Penjara

Kompas.com - 03/12/2014, 17:11 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Tafsir Nurchamid, mantan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia.

Hakim menyatakan, Tafsir terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi Gedung Perpustakaan UI tahun 2010-2011.

"Menyatakan terdakwa Tafsir Nurchamid terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua," ujar Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Menurut hakim, hal yang memberatkan Tafsir,  perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi. Tafsir dianggap tidak kooperatif dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Hal yang meringankan Tafsir, ia dianggap berlaku sopan dalam persidangan dan belum pernah dijatuhi hukuman pidana sebelumnya.

"Tafsir juga menyesali perbuatannya dan masih mempunyai tanggungan keluarga," kata hakim.

Menurut majelis hakim, Tafsir menyalahgunakan wewenang dengan mengarahkan agar pengadaan dan pemasangan sistem TI di Perpustakaan Pusat UI dilakukan melalui PT Makara Mas.

Tafsir pun menyetujui keikutsertaan PT Makara Mas dalam proses lelang dengan meminjam nama PT Netsindo Interbuana. Pengadaan sistem teknologi informasi itu seluruhnya dibeli dari PT Dewi Perdana Internasional.

Tafsir dianggap telah menetapkan anggaran pengadaan dan pemasangan sistem TI tersebut secara sepihak sebesar Rp 50 miliar. Penganggaran tersebut lantas dibagi ke dalam beberapa pos, yaitu untuk pengadaan perangkat TI sebesar Rp 21 miliar, pemasangan TI Rp 21 miliar, pembayaran pajak proyek Rp 5 miliar, dan disimpan di kas UI Rp 3 miliar.

"Penetapan pagu anggaran itu tidak melalui proses revisi rencana kerja tahunan, tanpa persetujuan Majelis Wali Amanat, serta tidak didasarkan atas analisis kebutuhan kampus, dan hanya berdasarkan perkiraan terdakwa," kata hakim.

Dalam proyek tersebut, Tafsir melakukan tindak pidana korupsi bersama Direktur Umum dan Fasilitas UI Donanta Dhaneswara, Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budisatrio, Kepala Sub-Direktorat Pemeliharaan dan Pengelolaan Aset UI Jachrizal Sumabrata, Manager PT Makara Mas Dedi Abdul Rachman Saleh.

Pelaksanaan proyek tersebut ternyata telah mendapat izin dari mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Sumantri. Namun, jaksa melanjutkan, PT Makara Mas tidak memenuhi kualifikasi untuk melakukan proyek tersebut sehingga proses pengadaan dan pemasangan TI meleset dari perkiraan.

Banyak barang yang akhirnya tidak terpasang, atau terpasang dan berfungsi, tetapi tidak optimal. Hakim juga menyebut Tafsir lalai karena tidak membentuk panitia pengadaan dan melanggar proses administrasi sehingga dianggap menyalahi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.

"Terdakwa seharusnya melakukan pengawasan fisik, fungsional, tetapi sebaliknya malah menggunakan untuk maksud lain. Harusnya dapat menerapkan secara adil dan tidak mengarahkan atau menguntungkan pihak lain," kata hakim.

Atas perbuatannya, Tafsir dijerat hukuman pidana dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com