Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Presiden Tak Gandeng KPK dalam Seleksi Jaksa Agung

Kompas.com - 21/11/2014, 13:51 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan alasan Presiden Joko Widodo memutuskan tidak menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memilih jaksa agung. Padahal, Jokowi sempat berkomitmen untuk melibatkan KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam memilih pejabat negara seperti ketika menyusun kabinet kerja.

“Ya, tentu ada juga pemikiran bahwa kami juga menghormati asas praduga tak bersalah. Kami tidak bisa memilih karena ada dugaan-dugaan, jadi harus ada buktinya,” kata JK seusai melakukan telekonferensi dan memantau Situation Room di Gedung Binagraha, Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/11/2014).

JK mengakui bahwa pemilihan Prasetyo sebagai Jaksa Agung mengundang pro dan kontra. Namun, dia menyebutkan, pemerintah tidak bisa menyenangkan semua orang di negeri ini karena itulah demokrasi. JK tak mempersoalkan Prasetyo yang memiliki latar belakang anggota Partai Nasdem.

“Jaksa agung itu diangkat berdasarkan kapasitas, bukan berdasarkan penilaian partai. Sekarang apa sih yang bebas dari segala-segalanya, selama dia profesional kan,” kata politisi senior Partai Golkar itu.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto juga mengakui bahwa pemilihan jaksa agung tak melalui proses penelusuran rekam jejak oleh KPK dan PPATK. Untuk memilih jaksa agung, Andi mengaku bahwa Jokowi menggunakan mekanisme penilaian yang secara baku sudah ada di kepresidenan.

“Ada mekanisme tim penilai akhir yang sifatnya baku di kantor kepresidenan, ada di Seskab dan Setneg. Sekarang usulan nama yang merupakan prerogatif Presiden dilakukan dengan proses yang selama ini berlaku itu,” ucap Andi.

Dia menyebutkan, proses pemilihan Kepala SKK Migas, yaitu Amien Sunaryadi, dan Direktur Jenderal Migas di Kementerian ESDM sudah mulai menggunakan mekanisme penilaian dari tim akhir itu.

Mekanisme penilaian itu melibatkan presiden, wakil presiden, dan menteri terkait. Selain itu, penilaian juga melibatkan laporan dari Badan Intelijen Negara (BIN) dan kementerian terkait.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com