JAKARTA, KOMPAS.com — Tarik ulur antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) untuk menyelesaikan konflik DPR hingga kini masih alot. Meski sudah ada sejumlah kesepakatan, hingga kini konflik belum selesai.
"Ini persoalan KMP atau KIH pada saat KIH mengumumkan selesai dan tinggal tanda tangan, eh KIH lagi yang tidak ada follow-up, ini KMP balas kasihan. Mereka mundur enggak jelas. Ini mau apa?" kata Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Desmond menilai, sikap KIH menunjukkan bahwa tidak ada keinginan untuk membuat DPR dapat segera bekerja. Desmond menyayangkan sikap KIH tersebut. Hingga lebih dari 40 hari sejak dilantik pada 1 Oktober lalu, DPR belum dapat menggelar rapat dengan pemerintah.
"Kita membaca ini sebagai gangguan yang membuat DPR rusak. Jadi, yang merusak DPR ini KIH. Kesannya, pura-pura lobi, pas tinggal tanda tangan mengingkari," katanya.
Ia menambahkan, di dalam tubuh KIH terjadi perpecahan. Masih ada penolakan atas hasil kesepakatan yang telah diambil. Contohnya, penolakan rencana revisi UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 oleh Fraksi Partai Nasdem. (Baca: Nasdem Tolak Penyelesaian Konflik di DPR Melalui Revisi UU MD3)
"Ini yang menurut aku KIH tidak kompak. Bukan risiko KMP. Harusnya di internal mereka, ketika dihubungkan dengan KMP, tidak ada urusan. Ini cara berdiplomasi di internal KIH yang akhirnya tidak memuaskan koalisi KIH, bukan masalah kami," katanya.
Sebelumnya, disepakati KIH akan mendapat 21 kursi pimpinan alat kelengkapan Dewan untuk menyelesaikan konflik DPR. Jatah tersebut akan diberikan dengan merevisi UU No 17 Tahun 2014 tentang UU MD3. (Baca: Sepakat Damai, KIH Akan Dapat 21 Kursi Pimpinan AKD)
Namun, KIH kembali mengusulkan ketentuan usulan interpelasi dan angket di tingkat komisi dihapus dalam UU MD3. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 98 ayat 6, 7, 8 UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam ayat-ayat tersebut diatur kewajiban pemerintah menaati keputusan komisi DPR. Jika pemerintah tidak menjalankan, komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan UU.
Sejumlah elite KMP menolak permintaan tersebut. (Baca: Gerindra: KIH "Ngelunjak", Dikasih Hati Minta Jantung)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.