Masih tersimpan rapi dalam ingatan kami tentang isu kudeta PKI yang mengakibatkan terbunuhnya ribuan orang dan lengsernya Presiden Soekarno secara memalukan.
Tahun 70an, isu yang merebak juga tak kalah sengitnya dengan masa sebelumnya. Seorang aktivis mahasiswa kala itu yang bernama Rahman Toleng mengatakan, "Ada banyak isu di sana, melawan modal asing, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang kian tajam, isu padat karya , padat modal, ada diskursus pembangunan bangsa Indonesia. Ada isu aspri presiden, yang banyak merecoki kabinet, dan ada isu rivalitas Ali Moertopo dan Soemitro." Puncak dari isu-isu itu adalah peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) yang merupakan peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974.
Isu tentang kesenjangan antara pribumi dan etnis Tionghoa pada bulan November 1980, membakar kota Solo dan sekitarnya. Malapetaka ini menggenapi isu SARA sebelumnya pada 10 Mei 1963 yang menjadi kerusuhan rasialis pertama dan terbesar di kota Bandung. Sentimen anti Tionghoa yang ‘menjangkiti’ sebagian kalangan mahasiswa dan warga Bandung ketika itu dipandang sebagian pihak sebagai manifestasi kejengkelan ‘warga pribumi’ terhadap situasi ekonomi yang ‘morat-marit’ dimasa Demokrasi Terpimpi
Isu dukun santet di tahun 1997 yang menyebabkan banyaknya korban dari kalangan kyai di Jawa Timur, yang berpuncak pada tahun berikutnya pada 1998 yang membakar kota Jakarta akibat isu sosial-politik yang semrawut kala itu.
Isu-isu itu pun kian menemukan bentuknya saat kami hendak memilih pemimpin-pemimpin kami, baik di tingkat desa hingga di tingkat nasional. Isu betebaran di angkasa, lengkap dengan fitnah keji yang mematikan. Kami masih ingat benar, saat Pilpres kemarin, betapa dua calon presiden kami dihajar oleh isu-isu yang mematikan.
Ya, ya... kami menyadari, bahwa isu adalah fenomena yang manusiawi. Itulah sebabnya, isu bisa berhembus di bidang kehidupan apa pun. Politik, ekonomi, atau sosial. Dari yang berskala besar sampai tingkat keluarga. Di tengah fakta yang saling berkaitan dan hubungan timbal balik kehidupan antarmanusia dan antarmasyarakat dalam era globalisasi dan era informasi, isu yang diembuskan di suatu bidang kehidupan pasti membuahkan pengaruh pada bidang kehidupan lainnya.
Kami bersyukur Engkau telah mengirimkan Joko Widodo dan Prabowo kepada kami. Sebab setelah keduanya bersalaman, maka sebenarnya kedua pemimpin itu sedang memperbaiki komunikasi yang sebelumnya macet. Lantaran komunikasi yang macet itulah, lahir isu-isu yang tak bertanggungjawab. Sehingga kami hanya beroleh informasi yang cuma berdasar pada kepentingan, dan tidak berdasarkan kejujuran.
Tapi seperti yang Engkau tahu, rupanya isu belum juga enyah dari kehidupan kami menyangkut kedua pemimpin kami itu. Hmmm.. isu barangkali memang seperti garam yang mengkompleti masakan. Begitulah, hidup pun tak genap jika tak ada isu. Berpikir cerdas dan bijak, barangkali salah satu cara agar kita tak tersesat dan tak termakan oleh isu!
@JodhiY
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.