Jika suatu hari orang yang diberikan mandat berkhianat, rakyat punya hak untuk mengambil kembali suara yang telah mereka titipkan dan tidak menyerah kepada uang. Jangan pikirkan bagaimana mekanisme atau apa pun namanya karena selalu ada pengecualian dalam dunia manusia.
Tentang gajah dan Tuhan
Dalam kehidupan manusia yang cenderung menuntut kebebasan sampai sering bablas, sudah "hukumnya" bahwa yang kaya menindas, yang miskin berontak. Sudah "hukumnya" yang kaya memeras, yang miskin merampas. Sudah "hukumnya" yang kaya menghukum si miskin, yang miskin menghakimi si kaya.
Jika begitu, ikuti saja dulu apa mau "mereka", seperti kebijakan PT Kereta Api Indonesia soal tiket harian berjaminan, misalnya.
Awalnya, tak ada tiket harian berjaminan (THB). Karena terus-menerus menanggung ongkos cetak tiket yang tak kembali, PT KAI mengimbau masyarakat mengembalikan tiket. Karena imbauan itu tidak dipatuhi, PT KAI mengeluarkan win-win solution dengan mengeluarkan tiket harian berjaminan.
Dengan THB, PT KAI tak akan rugi jika masyarakat ingin "mengoleksi" tiket. Masyarakat juga akan berpikir dua tiga kali untuk mengoleksi THB karena telah membayar di muka ongkos cetaknya. Ya, kurang lebih begitu...
Ada ujar-ujaran yang mengatakan, hanya orang-orang yang siap mati akan siap untuk hidup. Kalau ibu saya mengatakan, Indonesia tak maju-maju (sejahtera) karena orang takut mati dan takut miskin.
Kita hanya berpikir soal rumah sendiri, mobil sendiri, serta keluarga dan diri sendiri. Kita menumpuk harta sampai tak risau saat tetangga kita tidak bisa makan.
Kita tetap duduk anteng di kursi KRL Commuter Line meski wajah kita tepat berada di depan perut seorang nenek yang berdiri dengan menaruh tangan pada tas punggung orang lain untuk menjaga keseimbangan.
Kita melewati orang yang jatuh di jalan karena khawatir terlambat ke sekolah atau ke kantor. Beberapa kali, saya mendapati anak-anak muda, ahli waris dan calon pemimpin bangsa ini, tak mengurangi tekanan pada pedal dan tuas gas kendaraan mereka ketika melewati genangan di dekat halte yang penuh sesak orang berteduh.
Mungkin, jika hidup seperti itu, kita bisa mendapatkan nilai indeks prestasi kumulatif tinggi, lulus cepat, berpenghasilan tinggi, dan punya segalanya pada usia muda.
Namun, dengan hidup begitu, kita tak akan pernah melahirkan "primus inter pares"—keunggulan dibandingkan yang lain—dan akan selamanya khawatir dan merendahkan diri sendiri.
Jika begitu pula, kita tak berhak protes karena kita sebetulnya tak berbeda dari "mereka", yang kita cerca telah menghalalkan segala cara.
Oportunis—jika kata pengkhianat terlalu tajam—akan selalu ada di antara kita. Namun, khawatir saja tak akan membawa kita ke mana-mana.
Bukankah para orangtua dulu mengajarkan, sebelum mencari-cari semut di seberang sana, kita perlu lebih dulu memastikan pandangan kita tak terhalang oleh gajah?
Masih soal semut dan gajah, ada cerita tentang orang yang melihat ada begitu banyak masalah di sekitarnya dan mengadu kepada Tuhan, "Tuhan, ada begitu banyak masalah di dunia. Kenapa Engkau berpangku tangan?"
Apa jawaban Tuhan atas aduan orang itu? Dia menjawab, "Saya sudah melakukan sesuatu. Saya menciptakan kamu."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.