"Saya diperiksa sebagai tersangka hari ini dalam kasus dugaan suap Akil Mochtar, hakim di MK sehubungan dengan Pilkada Tapanuli Tengah. Apa relevansinya ditarik ke MK? Saya lihat politis," ujar Bonaran di Gedung KPK, sebelum diperiksa KPK.
Bonaran menuding, unsur politis yang dimaksudnya berkaitan dengan posisi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang pernah menjadi kuasa hukum salah satu kandidat Pilkada Tapanuli Tengah, Dina Riana Samosir, saat bersengketa di MK. Saat itu, kata Bonaran, ia memenangi sengketa tersebut.
"Waktu di MK, salah satu permohonan Bambang adalah mendiskualifikasi Bonaran sebagai calon bupati Tapanuli Tengah. Tapi MK saya menangkan, maka diskualifikasi itu tidak jadi," ujarnya.
Kuasa hukum Bonaran, Tommy Sihotang, pun menduga ada konflik kepentingan terkait kasus yang menyeret kliennya. Ia menduga hal tersebut berkaitan dengan sengketa yang dulu pernah diperkarakan di MK.
"Siapa yang menyuap, siapa yang disuruh menyuap? Akil sendiri mengatakan tidak ada urusan dan tidak pernah terima uang. Jadi ada conflict of interest di sini untuk tidak mengatakan ada dendam di sini," kata Tommy.
Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Akil terbukti menerima suap terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar. Diduga, uang yang berasal dari Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran ditulis "angkutan batu bara". Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah.
Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun, keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan. Selanjutnya, pada 22 Juni 2011, permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak sehingga Bonaran dan Sukran tetap sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih.
Meski demikian, Akil sebenarnya tidak termasuk dalam susunan hakim panel. Panel untuk sengketa pilkada saat itu adalah Achmad Sodiki (ketua), Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.