Dengan kata lain, sepanjang Jokowi tetap amanah, otomatis kendala struktural berupa kecilnya jumlah anggota DPR dari partai pendukung pemerintah akan teratasi. Bagaimanapun, niat pemimpin partai dan terlebih anggota DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih adalah untuk membangun negeri ini, bukan untuk menerapkan politik balas dendam.
Kalau saja kabinet diisi oleh figur yang nyata-nyata aset bagi negeri ini, niscaya semua potensi lawan politik akan pupus sejak hari pertama kepemimpinan Jokowi pada 20 Oktober 2014. Sebaliknya, apabila susunan kabinet diisi oleh orang-orang yang justru jadi liability atau beban bagi negeri ini dan juga bagi Jokowi sendiri (apalagi orang- orang yang terkoneksi, terafiliasi, atau bagian dari mafia, koruptor, dan atau orang bermasalah yang selama ini bak kanker penggerogot jasad dan jiwa bangsa ini), dalam waktu dekat setelah pelantikan kabinet akan terjadi penggabungan kekuatan lawan politik Jokowi dan kekuatan rakyat banyak yang kecewa. Bahkan, bisa terjadi perubahan dari semula cinta menjadi benci. Jika ini terjadi, niscaya sulit dipulihkan dengan bagi-bagi kekuasaan dengan partai-partai Koalisi Merah Putih sekalipun.
Berangkat dari ketegaran dan kemandirian dalam membentuk kabinet, ke depan Jokowi mempunyai peluang memperbaiki salah pilih figur dengan mengadakan beberapa kali perombakan kabinet sampai menemukan figur terbaik.
Perang terhadap mafia hanya bisa dijawab dengan reformasi birokrasi dengan prioritas jajaran aparatur keamanan. Dalam hal memerangi korupsi, di samping perbaikan sistem demokrasi untuk menghentikan praktik monopoli dan oligarki kekuasaan serta politik transaksional, tata kelola pemerintahan ke depan harus bisa mempersempit niat dan kesempatan terjadi korupsi.
Untuk itu, perlu melakukan pemisahan jabatan karier dan jabatan politik, meningkatkan kebebasan warga negara untuk mengetahui apa saja yang dikerjakan pemerintah, kecuali untuk bidang pertahanan dan intelijen, serta melakukan penerapan pembuktian terbalik.
Khusus untuk lingkungan pajak dan Bea Cukai serta kejaksaan dan Polri tidak cukup dengan sekadar reformasi, tetapi harus dibarengi dengan restrukturisasi kelembagaan.
Saurip Kadi