Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Tanpa Demokrat

Kompas.com - 01/10/2014, 17:00 WIB

Memang konteks demokrasi parlementer yang dimaksud pada waktu itu berbeda dari sekarang (dalam konteks pemilihan kepala daerah). Namun, spirit demokrasi yang dilawan pada hakikatnya sama: demokrasi yang hanya menarik bagi dan dibuat gaduh oleh pemain demokrasi.

DPR kemarin seharusnya minta maaf karena buruknya kinerja legislasi (kuantitas dan kualitas). Mereka telah banyak menyia-nyiakan waktu untuk menikmati kekuasaan. Seolah-olah hendak menunjukkan prestasi kuantitas legislasinya, DPR mengetuk palu untuk cukup banyak rancangan UU menjelang berakhirnya masa bakti mereka.

Dalam suasana ini loloslah UU Pilkada yang kontroversial isi maupun prosesnya. Alasan bahwa pilkada langsung itu mahal atau lebih besar potensi korupsinya bukan tanpa kontra argumen. Yang tak dapat disembunyikan lolosnya spirit demokrasi (liberal) parlementer. Sudah terang-benderang: UU itu untuk mengamankan jatah kepala daerah di antara sekutu koalisi. Penguasaan mayoritas kepala daerah untuk memberikan jalan bagi pemimpin koalisi meraih posisi kepala negara.

Sebenarnya rakyat tak soal siapa bakal jadi kepala daerah atau kepala negara. Dambaan rakyat adalah sosok pemimpin yang kompeten, berintegritas, dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Persis itulah minus demokrasi kita saat ini.

Para pemain itu terpilih secara demokratis, tetapi miskin jiwa demokrat. Sepak terjang mereka amat berjarak dengan aspirasi rakyat. Mereka mempermainkan demokrasi sebatas hitung-hitungan kekuasaan dan menjadi prosedural belaka. Negara dijadikan lapangan bagi para pemain untuk menggiring demokrasi ke arah yang mereka suka. Mahkamah Konstitusi pun ditarik untuk bermain, menuju demokrasi parlementer.

Demokrasi sejatinya sistem terbaik bagi munculnya demokrat. Tanpa kaum demokrat, demokrasi akan bergerak liar dan ditentukan mekanisme pasar. Pemenangnya pun sudah dapat diduga. Seharusnya para politisi belajar dari sejarah eksperimen demokrasi kita pada masa lampau. Para negarawan kita dituntut menjamin sebuah sistem demokrasi yang dalam jangka panjang kondusif bagi lahirnya demokrat-demokrat sejati di tingkat eksekutif dan legislatif. Kalau tidak, demokrasi akan memakan anak kandungnya sendiri.

Hatta menegaskan demokrasi Indonesia yang modern haruslah demokrasi sosial. Demokrasi itu asli Indonesia karena hidup dan bertahan di desa-desa Indonesia kendati sistem feodal juga berlaku di lapisan atas masyarakat. Ada lima anasir yang menghidupkan demokrasi sosial di desa-desa Indonesia.

Pertama, rasa perikemanusiaan. Kedua, rasa persaudaraan sebagai makhluk Tuhan berdasarkan kebenaran dan keadilan. Ketiga, sifat kolektif masyarakat Indonesia. Keempat, hak rakyat untuk mengadakan protes bersama terhadap peraturan raja yang dirasakan tidak adil. Kelima, hak rakyat untuk menyingkir dari daerah kekuasaan raja apabila mereka merasa tidak lagi senang hidup di sana.

Demokrasi kita sedang dalam persimpangan jalan. Demokrasi hendak dijadikan sekadar alat teknis meraih kekuasaan. Demokrasi hendak dibuat mandul, tidak melahirkan kaum demokrat, tetapi penguasa. Demokrasi hendak dibuat tunduk kepada kehendak untuk berkuasa, bukan kepada kehendak rakyat.

Yonky Karman
Pengajar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com