Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merampas Daulat Rakyat

Kompas.com - 09/09/2014, 15:36 WIB

Secara jujur harus diakui, sejak menggunakan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung memang muncul banyak persoalan. Di antara persoalan yang paling menonjol: meruyaknya praktik politik uang. Sebagai sebuah persoalan, sejak semula telah dikemukakan oleh banyak kalangan, persoalan politik uang dapat diminimalisasi sekiranya partai politik memiliki kontrol yang ketat terhadap pasangan calon yang mereka usung. Namun, pada faktanya, partai seperti enggan melakukan langkah penertiban. Bahkan, di titik-titik tertentu, sebagian partai politik seperti menikmati praktik curang ini.

Begitu pula praktik politik uang yang melibatkan pemilih, sejak semula telah diyakini penyimpangan ini kian menjadi- jadi karena penegakan hukum bagi pelaku hampir tidak pernah dilakukan. Padahal, ketentuan yang ada lebih dari cukup untuk menyeret pelaku, termasuk juga kemungkinan menganulir atau mendiskualifikasi pasangan calon. Artinya, sekiranya semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah memiliki komitmen menegakkan aturan hukum, praktik membeli suara dengan mudah dapat diminimalisasi.

Begitu pula pendapat bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung tidak efektif dan efisien. Salah satu bentuk nyata mereka yang menggugat proses pemilihan yang telah diterapkan selama ini: pilkada merupakan proses politik yang memboroskan keuangan negara. Dalam soal ini, sebetulnya sejak awal sudah ditawarkan solusi cerdas, yaitu melaksanakan pemilihan langsung kepala daerah secara serentak. Paling tidak merujuk pilkada di Sumatera Barat tahun 2010 yang melaksanakan pemilihan di 13 kabupaten/kota (dari 19 kabupaten/kota yang ada) ditambah pemilihan gubernur, KPU Sumbar mampu menghemat biaya hampir 65 persen.

Melihat semua persoalan yang melingkupi pilkada selama ini, pilihan mengganti model bukanlah sebuah solusi. Dari rangkaian persoalan yang ada selama ini yang dinilai sebagai titik lemah pilkada secara langsung, sekiranya memang memiliki komitmen mempertahankannya, semua persoalan dapat ditanggulangi. Namun, faktanya, tak terlihat komitmen dan langkah nyata untuk meminimalisasi persoalan tersebut. Bahkan, dalam batas-batas tertentu, boleh jadi persoalan tersebut ”dipelihara” untuk jadi alasan untuk menilai bahwa pilkada secara langsung dilingkupi banyak masalah.

Mengepung Jokowi-JK?

Sebetulnya, tidak terdapat alasan kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional mengubah pengisian kepala daerah dari pemilihan langsung menjadi pemilihan dengan sistem perwakilan via DPRD. Karena itu, dalam batas-batas tertentu, perubahan sikap mendadak mayoritas partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih dapat dibaca sebagai bentuk akrobat politik terhadap kemenangan Jokowi-JK. Bahkan, bukan tidak mungkin upaya ini sebagai langkah nyata lebih jauh untuk mengepung pemerintahan Jokowi-JK.

Sebelumnya, langkah serupa telah pula dilakukan ketika partai politik yang berada dalam Koalisi Merah Putih memaksakan persetujuan UU No 17/2014. Sebagaimana diketahui, salah satu substansi yang dipaksakan adalah mengubah tata cara pemilihan pimpinan DPR dari semula berasal dari urutan partai peraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif menjadi mekanisme pemilihan oleh anggota DPR. Melihat langkah politik tersebut, bukan tidak mungkin semua langkah akrobatik yang dilakukan ini bagian dari skenario mengepung Jokowi-JK mulai dari DPR sampai ke mayoritas daerah.

Dalam situasi seperti ini, yang paling mungkin diingatkan adalah pemerintah dan Presiden SBY. Sebagai institusi yang memiliki otoritas sama kuat dengan DPR dalam proses legislasi, sekiranya mayoritas partai politik tetap memaksakan mengganti model pilkada, pemerintah (baca: SBY) seharusnya menggunakan hak konstitusionalnya menolak menyetujui RUU Pilkada. Banyak pihak percaya, hanya dengan cara demikian, pemerintahan SBY dinilai masih mampu memelihara model pemilihan demokratis yang telah dibangun selama ini. Artinya, apabila pemerintah dan SBY takluk oleh keinginan tersebut, SBY dan mayoritas partai politik dapat dikatakan secara bersama-sama merampas daulat rakyat.

Saldi Isra
Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), FH Universitas Andalas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi 'Online'

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi "Online"

Nasional
Pemerintah Putus Akses Internet Judi 'Online' Kamboja dan Filipina

Pemerintah Putus Akses Internet Judi "Online" Kamboja dan Filipina

Nasional
Upaya Berantas Judi 'Online' dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Upaya Berantas Judi "Online" dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Nasional
Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Nasional
Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku 'Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste'

Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku "Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste"

Nasional
Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Nasional
Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Nasional
2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

Nasional
TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi 'Online' Bisa Dipecat

TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi "Online" Bisa Dipecat

Nasional
Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Nasional
TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com