Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Amandemen Konstitusi Lanjutan

Kompas.com - 18/08/2014, 20:45 WIB

Oleh: A Haryo Damardono

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia diajak untuk mewaspadai amandemen konstitusi lanjutan, yang akan disebut sebagai reformasi gelombang kedua. Upaya untuk mewaspadai amandemen itu dibutuhkan supaya landasan dalam kehidupan bernegara tidak berubah.

Demikian disebutkan oleh pakar hukum Profesor Dimyati Hartono dalam simposium tentang konstitusi yang diselenggarakan oleh Koalisi Nusantara Bersatu di Gedung Nusantara V MPR, Jakarta, Senin (18/8/2014).

Selama masa reformasi, setidaknya telah empat kali amandemen UUD 1945. Dimyati pun telah mencegah amandemen lanjutan, bahkan telah mencanangkan gerakan restorasi amandemen konstitusi.

Dimyati bersikeras bahwa amandemen konstitusi selama masa reformasi adalah hasil dari konspirasi internasional. "Dari dulu ketika saya masih menjadi anggota MPR, sudah jelas ada gerakan dari The Anglo Saxon global kapitalis. Dulu sudah saya tolak, tetapi ada gerakan kuat untuk mengubah konstitusi," ungkapnya.

Dimyati menjelaskan, setidaknya ada tiga arus reformasi utama. Pertama, reformasi hukum, reformasi demokrasi, dan reformasi konstitusi.

"Reformasi hukum, misalnya, mengubah kekuasaan dari tangan rakyat ke reformasi hukum. Pendirian Mahkamah Konstitusi (MK), misalnya, memperlihatkan hal itu. Meski disusun oleh DPR, sebagai representasi kekuasaan rakyat, undang-undang dapat dibatalkan oleh MK," paparnya.

Reformasi demokrasi diawali dengan menunjukkan bahwa musyawarah mufakat itu sudah kuno. "Jadi, dibuatkan aturan bahwa one man one vote. Kita pun lupa bahwa direct election itu paham liberalisme dan kapitalisasi," tutur Dimyati.

Reformasi terhadap konstitusi adalah hal yang paling dikhawatirkan oleh Dimyati. Motif dari reformasi konstitusi, kata Dimyati, adalah demi kepentingan ekonomi dari sekelompok investor asing.

"Untuk melawannya tidak lagi harus turun ke lapangan, tetapi harus dilawan dari gedung MPR/DPR ini. Perlawanannya tidak lagi dengan senjata, tetapi dengan otak," ujarnya.

Dia menegaskan, upaya untuk melawan amandemen konstitusi juga harus didukung oleh konsep yang jelas.

Pada kesempatan itu, Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto menegaskan dukungannya untuk kembali kepada UUD 1945 sesuai naskah asli. "Itu sudah jadi sikap kami beserta teman-teman yang sepaham. Namun, memang harus disatukan dengan langkah yang sama," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Mau Buru-buru Bersikap soal Putusan MA, Demokrat: Kita Pelajari Dulu

Tak Mau Buru-buru Bersikap soal Putusan MA, Demokrat: Kita Pelajari Dulu

Nasional
Saksi Sebut Ada Penebalan Jalan di Tol MBZ Saat Akan Uji Beban

Saksi Sebut Ada Penebalan Jalan di Tol MBZ Saat Akan Uji Beban

Nasional
2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Terancam Penjara 6 Bulan dan Dilarang Masuk Arab Saudi 1 Dekade

2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Terancam Penjara 6 Bulan dan Dilarang Masuk Arab Saudi 1 Dekade

Nasional
2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Akan Diproses Hukum di Arab Saudi

2 WNI Dalang Visa Haji Palsu Akan Diproses Hukum di Arab Saudi

Nasional
Kolaborasi Kemenaker dan BKKBN Dorong Penyediaan Fasilitas KB di Lingkungan Kerja

Kolaborasi Kemenaker dan BKKBN Dorong Penyediaan Fasilitas KB di Lingkungan Kerja

Nasional
Gerindra Kantongi Nama untuk Pilkada Jakarta, Sudah Disepakati Koalisi Indonesia Maju

Gerindra Kantongi Nama untuk Pilkada Jakarta, Sudah Disepakati Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Budi Djiwandono Nyatakan Tak Maju Pilkada Jakarta, Ditugaskan Prabowo Tetap di DPR

Budi Djiwandono Nyatakan Tak Maju Pilkada Jakarta, Ditugaskan Prabowo Tetap di DPR

Nasional
ICW Minta Pansel Capim KPK Tak Loloskan Calon Bawa Agenda Parpol

ICW Minta Pansel Capim KPK Tak Loloskan Calon Bawa Agenda Parpol

Nasional
Soroti Kekurangan Kamar di RS Lubuklinggau, Jokowi Telepon Menteri PUPR Segera Turunkan Tim

Soroti Kekurangan Kamar di RS Lubuklinggau, Jokowi Telepon Menteri PUPR Segera Turunkan Tim

Nasional
Unsur Pemerintah Dominasi Pansel Capim KPK, ICW: Timbul Dugaan Cawe-Cawe

Unsur Pemerintah Dominasi Pansel Capim KPK, ICW: Timbul Dugaan Cawe-Cawe

Nasional
Jokowi Beri Sinyal Lanjutkan Bantuan Pangan, Diumumkan Bulan Juni

Jokowi Beri Sinyal Lanjutkan Bantuan Pangan, Diumumkan Bulan Juni

Nasional
Hati-hati, 'Drone' Bisa Dipakai untuk Intai Polisi hingga Jatuhkan Peledak

Hati-hati, "Drone" Bisa Dipakai untuk Intai Polisi hingga Jatuhkan Peledak

Nasional
KPK Harap Pansel Capim Aktif Serap Masukan Masyarakat

KPK Harap Pansel Capim Aktif Serap Masukan Masyarakat

Nasional
KY Diminta Turun Tangan Usai MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah

KY Diminta Turun Tangan Usai MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
2 Koordinator Jemaah Pemegang Visa Non-haji Ditahan, Terancam Denda 50.000 Riyal

2 Koordinator Jemaah Pemegang Visa Non-haji Ditahan, Terancam Denda 50.000 Riyal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com