Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrant Care: Dalam Satu Hari, 400-500 TKI Diperas

Kompas.com - 06/08/2014, 14:47 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Dalam satu hari, sekitar 400-500 tenaga kerja Indonesia (TKI) mengalami pemerasan ketika pulang ke tanah air. Menurut Direktur Migrant Care Anis Hidayah, sekitar 45 persen dari 800-1000 TKI yang mengadu kepada Migrant Care setiap harinya pada 2003-2004 mengaku diperas.

"Dalam satu hari paling tidak 400-500 orang bahkan bisa lebih yang diperas dengan sepuluh modus yang selama ini berlangsung dari tahun 1986. Ini sistematis dan dilegalisasi oleh kebijakan negara," kata Anis di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (6/8/2014).

Anis mendatangi Gedung KPK untuk melakukan kajian bersama terkait dugaan pemerasan TKI yang terjadi di bandara. Kerjasama KPK-Migrant Care ini dilakukan dalam rangka menindaklanjuti inspeksi mendadak (sidak) yang digelar KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, sebelum Lebaran.

Dalam sidak tersebut, KPK, Kepolisian, dan UKP4 mengamankan 18 orang yang diduga terlibat pemerasan terhadap TKI. Menurut Anis, dalam pertemuannya dengan KPK nanti, Migrant Care akan mendiskusikan strategi ke depan yang mungkin dilakukan untuk membongkar praktek kolusi dan korupsi terkait TKI yang terjadi selama ini.

Migrant Care, kata dia, membawa sejumlah data dan mengajak enam TKI yang menjadi korban pemerasan.

"Selain membawa data, kita membawa teman-teman yang diperas dari tahun 2004, 2011, dan 2007, jadi kita acak dari tahun-tahun yang berbeda," ujarnya.

Anis menambahkan, pemerasan terhadap TKI yang terjadi selama ini melibatkan banyak institusi. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan terminal TKI di bandara melibatkan banyak pihak, di antaranya Kepolisian, TNI, Angkasa Pura II, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Selain itu, kata Anis, ada dugaan keterlibatan pihak swasta dalam pemerasan terhadap TKI.

"Ada banyak pihak yang memang harus ditelusuri perannya, kebijakannya dan perusahan-perusahaan swasta juga yang selama ini melakukkan praktik kolutif dengan pemerintah," kata Anis.

Menurut dia, BNP2TKI hanya melanggengkan praktik eksploitasi TKI yang berlangsung sejak 1986 atau sejak ditetapkannya kebijakan pengelolaan pemulangan TKI.

Buruh migran yang pulang ke Indonesia harus melalui jalur khusus di Bandara Soekarno-Hatta, yakni melalui Terminal III yang diperbarui dengan lounge TKI hingga kini menjadi Gedung Pendataan Kepulangan TKI Selapajang.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, salah satu hal yang akan dikaji bersama KPK-Migrant Care berkaitan dengan efektivitas BNP2TKI. Menurut Bambang, hasil kajian KPK dan Migrant Care akan diintegrasikan.

Berdasarkan hasil kajian bersama tersebut, kata Bambang, KPK akan menentukan agenda aksi lainnya. KPK bisa saja kembali melakukan sidak serupa. Hasil kajian KPK pada 2006 menemukan bahwa di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta (terminal khusus TKI hingga tahun 2007) ada kelemahan yang berpotensi menjadi sasaran tindak pidana korupsi.

Contohnya, kurs valas dari market rate di money changer yang rendah dan merugikan TKI, mahalnya tarif angkutan darat yang disediakan Kemenakertrans, tidak jelasnya waktu tunggu sejak membeli tiket sampai dengan berangkat, hingga banyaknya praktik pemerasan, penipuan, dan berbagai perlakuan buruk lainnya.

Selain itu, KPK menemukan Indikasi keterlibatan aparat bersama-sama dengan oknum BNP2TKI, portir, petugas cleaning service, dan petugas bandara dalam mengarahkan TKI kepada calo atau preman untuk proses kepulangan. Para TKI tersebut diduga dipaksa untuk menggunakan jasa money changer dengan nilai yang lebih rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Angota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Angota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com