Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dalami Sejauh Mana Nepotisme Pengaruhi Kebijakan Suryadharma Ali

Kompas.com - 23/07/2014, 22:20 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami sejauh mana unsur nepotisme memengaruhi kebijakan Suryadharma Ali saat menjabat sebagai Menteri Agama, khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji. Untuk itu, KPK memeriksa sejumlah anggota keluarga Suryadharma dalam beberapa hari terakhir.

Lembaga antikorupsi itu juga telah meminta keterangan beberapa politikus Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan rekan separtai Suryadharma.

"Sektor penyelenggaraan ibadah haji itu kental sekali dengan muatan nepotismenya. Nepotisme biologis, anggota keluarga, dan kroni-kroni yang merupakan orang-orang separpol. Kami ingin menelusuri sejauh mana muatan-muatan nepotisme dan kronisme mempengaruhi kebijakan-kebijakan di sektor haji sehingga menyeret nama Menag sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Jakarta, Rabu (23/7/2014).

Anggota keluarga Suryadharma yang telah dipanggil KPK di antaranya istri Suryadharma, Wardatul Asriah; menantu Suryadharma Ali, yakni Rendhika Deniardy Harsono; serta lima adik Suryadharma, yaitu Elyati Ali Said, Anwar Musyadad Ropiudin, Mimik Ismiasih B Sawojo, Dewi Sri Masitho, dan Neneng Lasmita Susanti.

KPK juga telah memanggil beberapa politikus PPP, di antaranya, Reni Marlinawato dan suaminya, Mochammad Amin; Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan Provinsi Banten Muhammad Mardiono, beserta istri, Etty Triwi Kusumaningsih; Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan Joko Purwanto dan istrinya, Deasy Aryan Larasati; anggota Komisi IX DPR Fraksi PPP, Irgan Chairul Mahfiz, dan istrinya, Wardatun N Soenjono.

Keluarga dan rekan separtai Suryadharma tersebut diduga ikut dalam rombongan haji yang menggunakan sisa kuota calon jemaah haji. Saat ditanya apakah KPK bisa menjadikan orang yang ikut dalam rombongan haji itu sebagai tersangka, Busyro mengatakan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi selama KPK menemukan dua alat bukti yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi terkait mereka.

"Bisa saja, apalagi kalau penyelenggara negara ada alat bukti yang menyertainya, tidak menutup kemungkinan," ujar Busyro.

Terkait penyelenggaraan haji 2012/2013, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Modus penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang diduga dilakukan Suryadharma, antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji oleh masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji.

Di antara keluarga yang ikut diongkosi adalah para istri pejabat Kementerian Agama. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan laporan hasil analisis transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa Suryadharma mengajak 33 orang berangkat haji. KPK juga menduga ada penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji.

Sebelumnya, KPK memeriksa sejumlah politikus PPP yang diduga ikut dalam rombongan Suryadharma. Seusai diperiksa, politikus PPP Reni Marlinawato yang juga anggota DPR mengaku tetap membayar ongkos meskipun dia ikut dalam rombongan Menag.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com