Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pilkada Lebak, Wawan Dituntut 10 Tahun Penjara

Kompas.com - 26/05/2014, 12:05 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menilai Wawan terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, sebesar Rp 1 miliar terkait pengurusan sengketa Pilkada Lebak, Banten.

"Menuntut supaya majelis hakim memutuskan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana menuntut hukum bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar Jaksa Trimulyono Hendradi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Dalam pertimbangan jaksa, hal yang memberatkan, suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany itu dianggap mencederai Mahkamah Konstitusi, menodai demokrasi, dan bisa menyebabkan calon kepala daerah yang korup terpilih.

Adapun hal yang meringankan, yaitu Wawan dianggap berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Jaksa memaparkan, uang itu diberikan untuk memengaruhi keputusan sengketa Pilkada Lebak yang diajukan pasangan calon bupati dan wakil bupati, Amir Hamzah-Kasmin. Amir-Kasmin mengajukan keberatan itu karena kalah suara dari pasangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi.

Mulanya, pengacara Amir, Susi Tur Andayani, menyampaikan permintaan Akil sebesar Rp 3 miliar. Namun, Amir tidak memiliki uang sebanyak itu dan meminta bantuan Wawan. Akhirnya Wawan bersedia memberikan Rp 1 miliar. Uang itu direncanakan diserahkan kepada Akil melalui Susi.

Jaksa menjelaskan, ada kerja sama yang erat antara Wawan dan kakaknya selaku Gubernur Banten Atut Chosiyah untuk membantu pasangan Amir Hamzah-Kasmin dalam pengurusan sengketa Pilkada Lebak. Menurut jaksa, adanya kerja sama itu terlihat saat mereka melakukan pertemuan di Singapura.

Menurut Jaksa, Wawan juga memiliki kepentingan agar Amir-Kasmin memenangkan Pilkada Lebak. Wawan pun mengetahui Akil dan Susi. Wawan khawatir apabila permintaan Akil melalui Susi tidak dipenuhi akan memengaruhi Pilkada Serang yang diikuti adik Wawan.

"Jika tidak memberikan uang terdakwa khawatir Susi tidak mau menjadi kuasa hukum adiknya tersebut," kata jaksa.

Dalam kasus ini, menurut jaksa, Wawan terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, jaksa juga menilai Wawan terbukti memberikan hadiah atau janji Rp 7,5 miliar kepada Akil terkait sengketa Pilkada Banten yang dimenangkan pasangan Atut-Rano Karno. Uang itu diberikan melalui rekening perusahaan istri Akil, CV Ratu Samagat. Namun, Wawan mengaku uang itu terkait hubungan bisnis kelapa sawit dengan Akil.

Menurut jaksa, alasan tersebut tidak terbukti karena Akil sendiri mengaku tidak ikut mengelola CV Ratu Samagat. Selain itu, Wawan juga mengaku tak mengenal istri Akil, Ratu Rita. "Alasan adanya hubungan usaha terdakwa dengan Akil tidak masuk akal," kata Jaksa Avni Carolina.

Dalam dakwaan kedua ini, Wawan dinilai terbukti melanggar Pasal 13 jo Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com