Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbukti Terima Rp 75 Juta, Politisi Golkar Divonis 4 Tahun Penjara

Kompas.com - 27/03/2014, 19:09 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Politisi Partai Golkar Chairun Nisa divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai Nisa hanya terbukti menerima Rp 75 juta dari Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih.

"Menyatakan terdakwa telah terbukti sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua," ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya dalam sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Dalam pertimbangan yang memberatkan, Nisa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Untuk hal yang meringankan yaitu Nisa telah mengakui perbuatan, berlaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan dianggap telah berjasa memajukan daerah yang diwakilinya.

Hakim menjelaskan, pemberian Rp 75 juta karena Hambit menilai Nisa dapat membantu menghubungkan dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu Akil Mochtar untuk memenangkan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Menurut hakim, uang Rp 75 miliar itu juga tidak terkait jabatan Nisa sebagai anggota DPR dan bukan untuk mempengaruhi hakim memutus sengketa Pilkada Gunung Mas.

"Penerimaan uang Rp 75 juta adalah ucapan terima kasih Hambit karena telah membantu bertemu dengan Akil Mochtar," kata hakim Matheus Samiadji.

Hambit menyerahkan uang Rp 75 juta yang dibungkus koran kepada Nisa di Bandara Cilik Riwut Palangkaraya pada 2 Oktober 2013. Setelah penyerahan uang itu, Nisa langsung menghubungi AKil dan membuat janji untuk bertemu di rumah Akil.

Setiba di Jakarta, Nisa bertemu Cornelis di Apartemen Mediterania, Tanjung Duren, Jakarta. Keduanya kemudian mendatangi kediaman Akil dengan membawa uang Rp 3 miliar. Atas perbuatannya itu Nisa dijerat Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana menilai Nisa tidak terbukti Pasal 12 huruf c, Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut hakim, Nisa tidak terbukti menerima Rp 3 miliar untuk diberikan pada Akil. Sebab, sebagai anggota DPR RI tidak bisa mempengaruhi putusan perkara di MK karena ia bukan hakim MK maupun anggota panel dalam sengketa Pilkada Gunung Mas. Seperti diketahui, dalam dakwaan kesatu, Nisa dinilai sebagai penghubung antara Hambit dengan Akil. Melalui Nisa, Akil juga meminta Hambit menyediakan Rp 3 miliar dalam bentuk dollar AS.

Hambit akhirnya menyetujui permintaan Akil dan meminta disediakan dananya oleh Cornelis. Uang itu untuk memengaruhi Akil dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Gunung Mas periode 2013-1018. Hambit ingin permohonan keberatan itu ditolak sehingga keputusan KPU Kabupaten Gunung Mas tentang pasangan calon terpilih pada Pilkada tersebut dinyatakan sah, yaitu dimenangkan pasangan nomor urut 2, Hambit dan Arton S Dohong. Hal ini berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Vonis Nisa pun lebih rendah dari tuntutan Jaksa. Nisa sebelumnya dituntut 7 tahun 6 bulan penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Atas putusan ini, Nisa dan tim penasehat hukumnya sepakat untuk mengajukan banding. Sementara jaksa menyatakan masih pikir-pikir.

"Saya akan menyampaikan sikap. Mohon maaf, saya menyatakan akan melakukan banding. Terima kasih," kata Nisa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com