Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati Bertemu Pengusaha, Slogan "Wong Cilik" PDI-P Diragukan

Kompas.com - 19/03/2014, 10:26 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Pengamat politik Universitas Islam Negeri Hidayatullah Zaki Mubarak meragukan keberpihakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap wong cilik yang selama ini melekat pada PDI-P. Keraguan itu, kata dia, terlihat saat PDI-P melakukan pertemuan dengan para pengusaha untuk mendukung kemenangan PDI-P di pemilu legislatif dan bakal calon presidennya, Joko Widodo atau Jokowi.

"Masyarakat makin skeptis terhadap komitmen kerakyatan atau wong cilik PDI-P. Dalam praktiknya, wong cilik lebih banyak menjadi jargon saja," kata Zaki saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (19/3/2014).

Ia pun menilai pertemuan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan para cukong besar telah menimbulkan persepsi negatif bahwa PDI-P meminta restu kepada mereka untuk menaikkan Jokowi. Dalam hal ini, kata Zaki, yang diuntungkan dari kemenangan PDI-P dan Jokowi adalah para konglomerat yang mensponsori PDI-P, bukan wong cilik.

"Sangat ironis kalau di balik pencapresan Jokowi oleh PDI-P yang menjadi panglimanya para konglomerat besar atau cukong. Padahal, konstituen sejati PDI-P itu wong cilik, yaitu petani, buruh, nelayan, dan sebagainya," imbuhnya.

Zaki pun khawatir kebijakan-kebijakan PDI-P semasa Megawati menjadi presiden seperti penjualan aset-aset badan usaha milik negara (BUMN) dan pemberian pelunasan utang BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) akan terulang jika mantan Wali Kota Surakarta itu menjadi presiden. Lagi-lagi, kata dia, yang mendapat manfaat dari kebijakan itu bukan wong cilik, melainkan para konglomerat besar.

"Tidak perlu heran nantinya kalau Jokowi terpilih, dia akan memberikan servis kepada para konglomerat besar. Apa yang dilakukannya adalah meneruskan warisan Bu Mega sebelumnya," ujarnya.

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai biaya dari konglomerat untuk menghadapi pemilu bukanlah sesuatu yang buruk karena berasal dari swasta, bukan negara. Menurut dia, hal itu sama sekali tidak melanggar hukum.

"Daripada mengambil uang minyak, hutan, laut milik negara dari APBN, itu kan banyak pejabat dan calon-calon (presiden) yang korupsi uang negara," kata Mahfud yang mengaku juga mencari cukong untuk membiayai pencapresannya.

Megawati menerima kedatangan sekitar 60 pengusaha di kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2014) malam. Acara ini digelar berdasarkan permintaan para pengusaha yang bergerak di berbagai bidang tersebut.

Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Tjahjo Kumolo menjelaskan, dalam pertemuan itu, pihaknya memaparkan mengenai platform partai dan sejumlah program ketika PDI-P menang dalam pemilu dan berkuasa. Ia tak menampik bahwa ada keinginan dari para pengusaha untuk membantu PDI-P.

Tjahjo mengatakan, tamu yang hadir pada malam itu ada sekitar 75 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 orang merupakan pengusaha muda yang sebagian besar berasal dari DKI Jakarta. Menurut Tjahjo, pertemuan ini sepenuhnya diinisiasi oleh para pengusaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com