Selain itu, lanjutnya, pada tahun 2013, jumlah sisa perkara yang belum putus yang ditangani MA menunjukkan angka paling rendah dalam satu dekade terakhir. Hatta menyebutkan, pada akhir tahun 2013, MA memiliki 6.415 perkara atau turun 36,56 persen dari sisa pada tahun 2012, yaitu 10.112 perkara.
Dia mengatakan, capaian ini juga ditandai dengan meningkatnya rasio produktivitas dalam memutus, dan rasio penyelesaian perkara yang menjadi tolok ukur kinerja pengadilan. Menurut Hatta, kedua indikator tersebut menunjukkan perkembangan.
"Produktivitas dalam memutus (menunjukkan) peningkatan menjadi 71,42 persen. Untuk tingkat penyelesaian perkara, tahun ini, Mahkamah Agung mencapai rasio pengiriman kembali berkas ke pengadilan pengaju sebesar 100,19 persen atau lebih baik dari tahun 2012," kata dia.
Dia juga mengatakan, kerja keras aparatur peradilan pun diapresiasi oleh lembaga eksternal. Salah satunya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, KPK menempatkan MA pada peringkat pertama sektor instansi nasional vertikal dengan nilai 7,05.
Selain KPK, kinerja MA dalam hal pengelolaan anggaran juga mendapat apresiasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tahun 2013, Hatta mengatakan, MA mendapat predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangannya.
"Ini menjadi salah satu indikator dari terlaksananya reformasi birokrasi di lingkungan Mahkamah Agung," katanya.