KOMPAS.com -
SUSILO Bambang Yudhoyono tinggal sebentar lagi menjabat presiden. Jika tak ada aral melintang, rakyat Indonesia akan mempunyai presiden pengganti Yudhoyono pada hari pelantikan tanggal 20 Oktober 2014 atau delapan bulan lagi.

Bagaimana aktivitas Istana pada bulan-bulan penghabisan seperti sekarang? Satu hal yang jelas, Yudhoyono lebih jarang menggelar rapat kabinet ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Dulu, rapat dengan menteri bisa dua kali seminggu. Belum lagi pertemuan tambahan dengan satu atau dua menteri hingga malam hari.

Sekarang, rapat kabinet terakhir yang digelar Yudhoyono pada tanggal 7 Februari 2014 atau lebih dari dua minggu silam. Waktu itu rapat membahas penanganan bencana alam dan calon pegawai negeri sipil.

16 hari di daerah

Pejabat di lingkungan Istana pernah mengungkapkan, pada akhir periode kekuasaannya, Yudhoyono berorientasi untuk melihat langsung dari dekat hasil penerapan kebijakan pemerintah. Tidak mengherankan, dalam bulan Februari ini, hingga Senin (24/2), Presiden selama 16 hari berada di luar Jakarta.

Perinciannya, 4 hari berkunjung ke Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan kereta, 3 hari berada di Bengkulu, 8 hari berkunjung ke wilayah pengungsian Gunung Kelud (Jawa Timur), ke Tana Toraja (Sulawesi Selatan, berjam-jam melakukan perjalanan darat), dan bertemu kerabat keraton Solo di Yogyakarta. Terakhir, Senin kemarin, Presiden juga pergi ke Istana Bogor dalam persiapan kunjungan ke Cianjur yang menurut rencana diadakan pada hari ini.

Meski ditinggal oleh Presiden, stafnya di Istana tetap sibuk. Kesibukan itu adalah menyiapkan rekomendasi bagi presiden baru yang akan dilantik delapan bulan lagi. Kegiatan ini merupakan instruksi Yudhoyono. Seluruh staf pun menyiapkan rekomendasi sesuai bidang keahlian, seperti ekonomi dan politik. Penyusunannya melibatkan lembaga penting di lingkungan pemerintah.

”Pak SBY ingin membuat tradisi baru di Indonesia. Pada setiap pergantian kekuasaan, presiden yang lama menyampaikan semacam catatan mengenai situasi dan tantangan pemerintah kepada presiden yang baru,” ujar seorang pejabat di lingkungan Istana yang baru merampungkan rapat seharian membahas rekomendasi.

Dengan mendapatkan gambaran memadai mengenai tantangan dan persoalan pemerintah, presiden yang baru diperkirakan akan mampu bekerja dengan lebih cepat dan efisien. Tidak perlu lagi meraba-raba.

Si pejabat tadi menambahkan, tradisi peralihan kekuasaan yang baik selama ini belum kokoh di Indonesia. ”Lihat bagaimana peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto dan demikian seterusnya,” ungkapnya.

Tidak hanya rakyat, rupanya pejabat dan staf di lingkungan Istana pun sedang sibuk mempersiapkan penyambutan presiden anyar. Selamat menyambut. (A Tomy Trinugroho)