KOMPAS.com —
Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) tertawa ketika memberikan sambutan di luar teks pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Lapangan Tugu Monumen Nasional, depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (5/6/2003). Ia menyampaikan hal yang tampaknya remeh, tetapi sangat penting artinya bagi kehidupan.

Dalam sambutannya, Megawati melontarkan soal disiplin menjaga lingkungan, antara lain menjaga mata air sungai.

”Contoh kecil saja. Beberapa hari lalu, Gubernur Jawa Timur dan Wali Kota Batu, Jawa Timur, bertemu saya. Saya tanya soal data yang kelihatan remeh, tetapi sangat strategis. Saya tanya Gubernur tentang mata air Kali Brantas itu di mana. Pertanyaan saya ini bisa membuat orang di daerah mungkin berpikir, Presiden ini mau apa toh, tanya yang aneh-aneh,” katanya.

Namun, lanjutnya, Gubernur Jatim dan Wali Kota Batu bisa menjawab, mata air Kali Brantas ada di Kota Batu dan semula berjumlah 33 mata air. ”Sekarang tinggal 11 titik mata air yang menjadi sumber mata air Kali Brantas. Saya tanya mengapa tinggal 11 titik mata air. Wali Kota mengatakan, itu tertutup oleh bermacam-macam kepentingan,” cerita Megawati.

Kemudian, ia menekankan perlunya menjaga kelestarian mata air. ”Bisa dibayangkan jika Indonesia menjadi padang pasir. Oleh karena itu, contoh menjaga lingkungan hidup dari para tokoh dan para pemimpin diperlukan. Tetapi, sering kali di kalangan birokrasi hal itu dianggap sebagai bukan pekerjaannya,” ujar Megawati.

Kualitas menurun

Dalam sambutannya, Megawati mengatakan, hampir semua warga kota semakin merasakan penurunan kualitas serta daya dukung tanah dan air bagi kehidupan mereka.

”Penataan ruang sering berlangsung tidak konsisten, daerah hunian dan wilayah hijau kian menyempit, pencemaran udara semakin meningkat, sistem pembuangan air kotor tidak berfungsi lancar, banjir dan soal sampah tidak kunjung teratasi. Ini sedikit gambaran dari kondisi yang semakin kurang menguntungkan bagi kehidupan, terutama di kota-kota besar, termasuk ibu kota negara ini,” ujar Megawati.

Mengenai kampanye penanaman dan pemeliharaan pohon, Megawati mengharapkan masyarakat melakukannya di lahan sekitar kediaman masing-masing. ”Ini jauh lebih murah dibandingkan dengan membiayainya sebagai proyek seperti yang lazim selama ini,” katanya.

Sebulan sebelumnya, dalam sambutannya pada rapat teknis sensus pertanian di Istana Negara, Jumat (23/5/2003), Megawati meminta seorang ajudannya menghubungi staf Gubernur Jawa Barat untuk menanyakan jumlah mata air Sungai Citarum dan Ciliwung.

”Ternyata, kemudian yang menelepon saya adalah Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah,” ujar Megawati, tanpa menjelaskan kembali berapa jumlah mata air kedua sungai itu menurut jawaban menterinya.

Rusa tutul

Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Lapangan Tugu Monas itu juga ditandai dengan pelepasan sejumlah rusa tutul di zona rusa Monas itu.

Kini, setelah 11 tahun semenjak rusa-rusa itu dilepas, bagaimana nasib mata air Sungai Berantas, Citarum, Ciliwung, dan ratusan atau bahkan ribuan mata air sungai lain yang ada di Indonesia, di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan tempat lain. Coba kita lihat. (J Osdar)