Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi I DPR: Panglima TNI Jangan Aneh-aneh...

Kompas.com - 10/01/2014, 11:52 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Moeldoko mengusulkan gelar jenderal besar disematkan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, usul itu dinilai tak masuk akal.

"Saya kurang setuju karena dalam aturan pangkat dan jabatan tak ada istilah jenderal besar. Sebaiknya jangan aneh-aneh si pemberinya," kata Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) TB Hasanuddin, saat dihubungi, Jumat (10/1/2014).

Politisi PDI Perjuangan itu menuturkan, di dalam TNI yang ada hanya brigadir jenderal, mayor jenderal, letnan jenderal, dan jenderal. Menurut dia, istilah jenderal besar tidak dikenal dalam kepangkatan di internal TNI.

Istilah jenderal besar untuk para pendahulu, kata Hasanuddin, tak dapat lagi digunakan untuk saat ini. Misalnya pangkat Jenderal Besar Soedirman, waktu itu diberikan karena masih ada pangkat panglima besar.

"Dulu masih dikenal panglima besar, kalau sekarang istilah panglima besar sudah tak ada. Apa yang tak sesuai pada zamannya tak usah dipakai lagi. Jangan-jangan di lingkungan sersan-sersan itu ada juga yang menuntut gelar 'sersan besar'," seloroh Hasanuddin.

Sebelumnya diberitakan, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengusulkan Presiden SBY mendapat anugerah jenderal besar. Alasannya, SBY dinilai berkontribusi membangun kekuatan TNI yang andal.

"Semangat yang kuat dari Bapak Presiden membangun kekuatan TNI yang andal, kami bersepakat, tidak salah kiranya kalau Jenderal Purnawirawan Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan anugerah Jenderal Besar Susilo Bambang Yudhoyono," ungkap Moeldoko dalam sambutannya pada Rapat Pimpinan TNI dan Polri, di Auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)-PTIK, Jakarta, Kamis (9/1/2014).

Menurut Moeldoko, penghargaan itu tidak salah diberikan karena selama periode kepemimpinan SBY sebagai presiden, TNI bisa meningkatkan kemampuan dan banyak mencapai kemajuan. SBY dinilai meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan prajurit melalui program remunerasi yang dimulai pada 2010 dan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

SBY juga dinilai berhasil meningkatkan kapasitas dan kapabilitas alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. Pada masa pemerintahan SBY, lanjut dia, kemampuan sumber daya TNI juga meningkat karena adanya latihan gabungan yang berkelanjutan.

Kredibilitas TNI di lingkup nasional dan internasional pun disebut Moeldoko meningkat karena pelibatan TNI dalam tugas penjagaan wilayah NKRI, penanganan bencana alam, pengamanan internasional, dan tugas-tugas PBB.

Akan tetapi, Presiden SBY menolak gelar jenderal besar yang diusulkan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi, Presiden SBY mengaku memiliki kewajiban untuk meningkatkan kapasitas TNI tanpa mengharapkan penghargaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com