Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Luthfi Hasan, Peringatan untuk Elite Politik

Kompas.com - 11/12/2013, 04:03 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Vonis yang dijatuhkan kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dinilai merupakan peringatan bagi anggota partai politik dan DPR. Pasalnya, saat ini majelis hakim sudah tak segan untuk memberikan hukuman maksimal kepada para elite parpol yang terbukti melakukan penyelewengan melalui kekuasaan yang dimilikinya.

"Putusan hakim dalam perkara LHI itu menjadi yurisprudensi, termasuk juga pertimbangan hakim yang mengaitkan tipikor yang dilakukan LHI dengan posisinya sebagai anggota parpol dan DPR," kata pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia, Said Salahudin, Selasa (10/12/2013).

Said menilai ada dua hal yang menjadi dasar majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal terhadap Luthfi. Pertama, sebut dia, hakim ingin menegaskan bahwa perbuatan pidana Luthfi terjadi karena faktor jabatan yang melekat pada dirinya, baik sebagai pimpinan partai politik maupun sebagai anggota DPR. "Dengan kata lain, LHI melakukan pidana karena jabatan yang ada pada dirinya," ujar Said.

Kedua, lanjut Said, hakim ingin menegaskan bahwa DPR merupakan salah satu simbol kekuasaan negara. Karena itu, anggota DPR yang melakukan korupsi dianggap merusak citra dan nama baik lembaga eksekutif sekaligus mengkhianati kepercayaan rakyat.

Said juga berpendapat ketika pengurus partai politik atau anggota DPR terus melakukan korupsi, solusi yang tepat untuk membasmi korupsi di lingkungan pejabat publik dan politik antara lain adalah dengan membubarkan partai politik tempat orang tersebut bernaung.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (9/12/2013), menjatuhi Luthfi hukuman penjara 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti menerima hadiah atau janji dalam perkara pengaturan kuota daging sapi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan 18 tahun penjara yang diajukan jaksa.

Dalam perkara pencucian uang, Luthfi dinilai terbukti melakukannya secara aktif dan pasif. Jumlah transaksi keuangannya dinilai tidak seimbang dengan profil pendapatannya. Dia juga tidak melaporkan sejumlah harta kekayaannya ke dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), yang oleh hakim dinyatakan sebagai upaya menyembunyikan harta kekayaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com