Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cara Nur Pamudji Tekan Korupsi di PLN

Kompas.com - 04/12/2013, 16:46 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Direktur Utama PT Perusahaan Listik Negara (PLN) Nur Pamudji mengatakan, kunci dari meminimalkan korupsi ialah dengan membangun sistem komputerisasi dan transparansi. Menurutnya, hal itu sudah terbukti ketika diterapkan di PLN.

Pamudji mengatakan, sejak awal memimpin PLN, pihaknya fokus dalam membenahi sektor pelayanan pelanggan dan pengadaan barang dan jasa. Di pelayanan, dibangun sistem agar pelanggan tidak perlu bertemu pegawai.

Dulu, ketika masih adanya interaksi langsung, meskipun nilai korupsinya relatif kecil, kata dia, hal itu memperburuk citra PLN. Anggapan publik ketika itu ialah bahwa berurusan dengan PLN mesti memerlukan uang.

"Dulu baru masuk pagar sudah dicegat, 'Sama saya saja, dibantu, saya ada hubungan orang dalam'. Masuk ke loket, penuh. Jadi habisin waktu. Yang tak mau repot, pakai calo," ucap Pamudji saat menjadi pembicara di acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi tahun 2013 di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/12/2013).

Pamudji menambahkan, setelah pelayanan melalui telepon dan website, pelanggan tak perlu lagi datang ke kantor PLN.

"Kenapa bangun itu karena kami percaya memperkecil bertemunya pelanggan dengan petugas, maka makin kecil peluang terjadinya sogok-menyogok. Kalau bisa pelanggan tidak perlu datang, bahkan tidak perlu tahu di mana kantor PLN," kata dia.

Selain itu, lanjutnya, dalam pelayanan diterapkan transparansi. Melalui situs, pelanggan dapat mengetahui sudah sampai mana permintaannya diproses. Pihaknya juga membuka pembukuan perusahaan untuk diperiksa oleh KPK dan BPK setiap saat.

Terkait pengadaan barang dan jasa, tambah peraih Bung Hatta Anti-Corruption Award itu, pihaknya sudah menekankan ke internal dan para stakeholder untuk membantu program penghentian praktik suap di lingkungan PLN.

Sebelumnya, kata dia, praktik pengadaan barang terkadang tidak efisien. Ia memberi contoh pembelian trafo yang sangat mahal lantaran ternyata melalui perantara. Hal itu, kata dia, tidak salah dari segi aturan, tetapi itu inefisiensi.

"Perantara ambil keuntungan bisa sampai 40 persen, bahkan kasus tertentu sampai 60 persen. Lebih mahal perantaranya daripada harga barang. Itu akan muncul godaan pegawai menerima pemberian. Kita ubah PLN membeli barang langsung ke perusahaan. Jadi, kata kuncinya bangun sistem. Sebaiknya sistem terkomputerisasi dan transparan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com