Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramadhan di Menara Khalifa dan Stasiun Antariksa

Kompas.com - 28/07/2013, 09:27 WIB

Pengaturan itu sekilas kompleks, namun sejatinya lebih baik karena benar-benar mengacu fenomena alam yang menjadi rujukannya. Dengan luasan yang sempit, ketersediaan infrastruktur Menara Khalifa dan kapasitas sumber daya manusianya, pengaturan semacam itu dapat diterapkan dari lantai ke lantai tanpa perlu memicu kebingungan.

Ini berbeda dengan situasi di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara (Jawa Tengah). Meski terletak pada elevasi 2.000 meter atau jauh di atas kota Banjarnegara yang elevasinya 290 meter, namun luasnya kabupaten dan didasari semangat untuk tak membuat publik bingung maka pengaturan ala Menara Khalifa tidak diterapkan.

Dengan selisih elevasi Dieng dan kota Banjarnegara yang setara dengan beda waktu 4 menit, maka pengaturan jadwal imsakiyahnya menggunakan konsep toleransi waktu (ihtiyaath) sebesar +4 menit. Sehingga di mana pun lokasinya di dalam Kabupaten Banjarnegara, baik di kota Banjarnegara sendiri maupun di Dieng, berlaku jadwal imsakiyah yang sama.

Dengan demikian. jadwal imsakiyah di Menara Khalifa berbeda dengan jadwal imsakiyah di pesawat komersial yang sedang melaju di udara. Meski ketinggian jelajah pesawat komersial umumnya pada elevasi 10.000 meter di mana tinggi Matahari terbenam/terbit di sini bernilai -3,76 derajat, namun dengan lokasi yang selalu berubah-ubah (terhadap muka Bumi) akibat kecepatannya yang tinggi, maka jadwal imsakiyah di pesawat umumnya hanya mengacu pada jadwal imsakiyah di bandara keberangkatan atau tujuannya.

Bagaimana dengan di antariksa? Sejak penerbangan antariksa berawak lahir setengah abad silam, sejumlah antariksawan Muslim telah terbang ke orbit, mengapung-apung di batas langit sembari menatap indahnya planet biru di keheningan langit yang demikian luas.


Dipelopori Salman al-Saud (Arab Saudi) yang terbang dalam misi STS-51-G Challenger pada 17 Juni 1985, hingga kini terdapat sembilan orang antariksawan Muslim, terakhir Sheikh Muszaphar Shukor (Malaysia) yang terbang ke stasiun antariksa ISS bersama wahana Soyuz TMA-11 pada 10 Oktober 2007. Baik Salman maupun Shukor terbang menjelang bulan Ramadhan berakhir sehingga bersua dengan Idul Fitri saat di langit.

Selain keduanya, terdapat juga Musa Manarov (eks Uni Soviet), Talgat Musabayev (Kazakhstan) dan Salizhan Sharipov (Kyrgyzstan) yang bahkan mencatatkan rekor tersendiri dengan lamanya tinggal di langit, yakni masing-masing sepanjang 541, 341 dan 201 hari.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana waktu shalat di antariksa? Bagaimana cara menghadap kiblat? Bagaimana cara berpuasa Ramadhan di sana? Sebab tempat hunian di antariksa sepert stasiun ISS adalah beredar demikian cepatnya sehingga hanya butuh 93 menit untuk sekali mengelilingi Bumi. Cepatnya periode revolusi stasiun ISS membuat konsep waktu lokal dan waktu Matahari di dalamnya terjungkir-balik. Namun, cendekiawan falak masa kini mencoba menyiasatinya dengan merumuskan bagaimana cara Umat Islam menjalankan ibadahnya selama di antariksa. Upaya termutakhir adalah aturan yang ditelurkan Komisi Fatwa Nasional dan Jawatan Keagamaan Islam Malaysia (JAKIM).

Dalam aturan ini, sehari di antariksa tetap dinyatakan sama dengan sehari Bumi, yakni 24 jam. Waktu shalatnya mengacu koordinat geografis dan elevasi tempat peluncuran, misalnya Kosmodrom Baikonur (Kazakhstan) atau Cape Canaveral (AS).

Saat sedang berniat shalat, diupayakan untuk bisa menghadapkan wajah ke kiblat, atau ke garis proyeksi kiblat ke langit, atau ke Bumi saja, atau jika tidak memungkinkan boleh menghadap ke mana pun.

Setelah berniat, tidak perlu mengubah arah hadap meskipun misalnya kiblat telah bergeser ke samping (akibat gerakan wahana atau stasiun ISS yang demikian cepat). Shalat di antariksa bisa dilakukan dengan gerakan layaknya di Bumi, atau dengan cara duduk, atau dengan cara berbaring, atau dengan gerakan mata. Dan puasa Ramadhan tetap bisa dilakukan dengan jadwal imsakiyah yang juga mengacu kepada tempat peluncuran.

* Muh Ma'rufin Sudibyo, Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com