Padahal, sebuah kriteria yang baik harus memiliki zona ketidakpastian sekecil mungkin secara statistik. Oleh karena itu, kriteria yang baik seyogyanya terdiri dari minimal dua variabel yang masih saling terkait.
Usulan-usulan kriteria yang baru guna menyubstitusi “kriteria” imkan rukyat revisi sebenarnya sudah ada. Thomas Djamaluddin (2009) misalnya, mengusulkan kriteria LAPAN dalam bentuk: beda tinggi Bulan-Matahari lebih kurang 4 derajat dan elongasi Bulan-Matahari lebih kurang 6,4 derajat. Kriteria ini berpangkal dari kriteria Ilyas yang diperluas yang digabungkan dengan data elongasi terkecil menurut ICOP.
Di sisi lain, Ma’rufin Sudibyo dkk (2009) juga mengusulkan kriteria RHI yang terdiri dari beda tinggi Bulan-Matahari (aD) dan selisih azimuthnya (DAz) sebagai pertidaksamaan kuadrat: aD leih kurang 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382. Kriteria ini didasarkan atas data RHI hingga kini dan menawarkan juga batas yang jelas antara hilaal dengan Bulan sabit, yang terjadi pada beda tinggi Bulan-Matahari ? 10 derajat.
Peta jalan
Dengan data dan usulan kriteria penyubsitusi sudah tersedia, bagaimana langkah-langkah menuju penyatuan kalender yang diidam-idamkan itu? Di sinilah Susiknan Azhari menawarkan langkah-langkah yang menarik untuk ditindaklanjuti, dengan mengambil analogi pada perumusan kompilasi hukum Islam yang kini mendasari ketentuan-ketentuan pernikahan dan pewarisan bagi Umat Islam di Indonesia.
Dengan eksistensi empat mazhab Sunni di Indonesia, yakni Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi, awalnya terasa sangat sulit bahkan nyaris mustahil untuk mengompilasi pokok-pokok pernikahan dan pewarisan karena setiap mazhab memiliki pendapatnya masing-masing. Namun, dengan upaya sungguh-sungguh, berkelanjutan, dan dalam koridor yang jelas, kompilasi tersebut pada akhirnya berhasil diwujudkan dan menjadi panduan bagi semua.
Alur semacam itu patut ditiru untuk menyatukan kalender Hijriah di Indonesia. Yang penting, ada naskah akademik yang bisa dibahas dan dikembangkan bersama secara berkelanjutan.
Selain itu, juga dibutuhkan peta jalan (road map) dengan target-target yang jelas dan deskriptif untuk membawa langkah penyatuan ini sampai sejauh mana. Dengan sifat kalender yang elitis (top down).
Dalam arti, warga sebuah ormas pada umumnya bakal mengikuti apa yang diputuskan elit-elitnya, maka upaya penyatuan dengan peta jalan dan pembahasan berkelanjutan ini menjadi lebihs ederhana. Karena cukup dengan mempertemukan elit-elit setiap ormas secara rutin untuk duduk sama rendah berdiri sama tinggi dalam membicarakan daftar masalah yang hendak dikaji dan dipecahkan bersama-sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.