Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nota Keberatan Fathanah Juga Ditolak

Kompas.com - 15/07/2013, 14:27 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan tim pengacara terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi Ahmad Fathanah. Sama dengan alasan penolakan nota keberatan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, majelis hakim juga menilai nota keberatan atas dakwaan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut sebagian memuat hal-hal yang bukan menjadi materi eksepsi sesuai dengan Pasal 156 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa Ahmad Fathanah tidak dapat diterima. Menyatakan sah surat dakwaan, memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan," kata hakim ketua Nawawi Pomolango membacakan putusan sela dalam persidangan di Pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (15/7/2013). 

Dalam putusan selanya, majelis hakim Tipikor menilai, sejumlah poin eksepsi tidak termasuk materi keberatan sesuai dengan KUHAP sehingga harus dikesampingkan. Poin eksepsi yang harus dikesampingkan itu di antaranya mengenai alibi tim pengacara yang mengatakan Fathanah tidak berhak disidik karena bukan penyelenggara negara. "Terhadap dalil keberatan bukan merupakan materi keberatan oleh karena itu haruslah dikesampingkan," kata Nawawi.

Selain itu, majelis hakim menegaskan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta berwenang mengadili TPPU Fathanah seperti yang didakwakan tim jaksa KPK. Dengan demikian, persidangan Fathanah akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi pada pekan depan.

Diwarnai dissenting opinion

Putusan sela ini juga diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim anggota tiga dan empat. Menurut kedua hakim tersebut, tim jaksa KPK tidak berwenang menuntut tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan KUHAP, menurut kedua hakim itu,  pihak yang berwenang mengusut TPPU adalah Kejaksaan Agung. Dua anggota majelis hakim ini merujuk pada KUHAP karena pada undang-undang yang lebih khusus, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak mengatur siapa pihak yang berwenang menuntut perkara TPPU.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com