Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Korban Pun Mencari "Senyum Bersama Presiden"

Kompas.com - 14/06/2013, 09:55 WIB
Ferry Santoso

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan dari The Appeal of Conscience Foundation di New York, Amerika Serikat. Presiden pun tersenyum saat menerima penghargaan yang menunjukkan Presiden sebagai kepala pemerintahan mampu menjaga dan memelihara toleransi kehidupan beragama dan berkeyakinan di Indonesia tersebut.

Penghargaan itu memiliki konsekuensi yang luar biasa bagi pemerintah. Bagaimana kebijakan dan langkah konkret pemerintah menjamin toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia? Dengan penghargaan itu, kelompok minoritas yang mengalami intimidasi dan kekerasan seharusnya juga bisa tersenyum jika mereka tidak lagi mengalami perilaku yang intoleran.

Namun, kasus-kasus intoleran selama ini tetap belum tertangani dengan baik. Saat ini, lima warga Syiah dari Sampang, Madura, sedang bersepeda dari Surabaya ke Jakarta. Mereka berangkat dari Surabaya pada 1 Juni 2013 dan direncanakan tiba di Jakarta pada 16 Juni 2013.

”Mereka ingin bertemu Presiden,” kata staf Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Surabaya, Fatkhul Khoir.

Aksi warga itu merupakan bentuk keprihatinan dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan yang semakin intoleran. Masih ada warga minoritas yang menjadi pengungsi karena merasa tidak aman berada di tempat tinggal mereka. Menurut Fatkhul, masih ada 165 warga Syiah yang ditampung di GOR Sampang. ”Sudah sembilan bulan mereka di GOR,” ujarnya.

Mengapa kelompok minoritas keagamaan itu masih menjadi pengungsi saat Indonesia mendapat penghargaan toleransi yang berkelas dunia? Salah satu jawaban, belum ada upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, menyelesaikan secara serius kasus-kasus intoleransi.

”Penyelesaian dalam bentuk rekonsiliasi (dengan masyarakat) dan pemulangan warga Syiah belum dilakukan sehingga tidak ada kejelasan nasib mereka,” kata Fatkhul.

Persoalan intoleransi juga dialami beberapa kelompok minoritas lain, seperti warga Ahmadiyah. Sejumlah umat Kristiani juga sulit beribadah atau mendirikan tempat ibadah.

Pendeta S Purba dari Gereja Bethel Indonesia di Aceh, saat mengadu di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, mengungkapkan, umatnya sulit beribadah karena kelompok intoleran melarang umatnya beribadah di rumah toko. ”Jemaat saya itu hanya sekitar 90 orang,” katanya. Syarat mendirikan gereja minimal 150 anggota jemaat.

Di Aceh juga terjadi tuduhan ajaran sesat terhadap kelompok minoritas tertentu. Hal ini seperti dialami Khairol dan kelompoknya dari Pesantren Dayah Al Mujahadah.

Masih maraknya aksi intoleran dan kekerasan dalam hidup beragama dan berkeyakinan tersebut pada akhirnya merefleksikan nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar hidup bangsa Indonesia yang majemuk mulai terancam. Seakan-akan Pancasila terasing dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Ketua Dewan Pengurus Yayasan Yap Thiam Hien Todung Mulya Lubis menilai, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara semakin hilang dalam kosakata politik. Bahkan, dalam berbagai acara seperti peringatan Kemerdekaan Indonesia, Pancasila hanya sedikit disebut.

Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace Musdah Mulia dalam sebuah seminar menyebutkan, nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah negara antara lain spiritualitas dan kemanusiaan. Dalam spiritualitas, yang terpenting bukan simbol agama, melainkan sikap hidup yang menghargai perbedaan apa pun, menghargai orang lain apa adanya, dan membangun kedamaian.

Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai Pancasila. Salah satunya, menurut Musdah, mereformasi kebijakan politik yang diskriminatif. Salah satu kebijakan politik yang diskriminatif adalah surat keputusan bersama tiga menteri terkait perizinan pembangunan rumah ibadah. Dalam perizinan dan pembangunan rumah ibadah, negara tidak bisa memberikan kewenangan kepada masyarakat.

”Mengapa membangun gereja susah, sedangkan membangun rumah prostitusi gampang,” kata Musdah. (Ferry Santoso)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com