Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intrik-intrik yang Penuh Misteri

Kompas.com - 07/06/2013, 02:00 WIB

Duduk persoalan perkara dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara Korps Lalu Lintas Polri belum jernih juga. Banyak misteri yang menyelimuti kasus ini. Namun, semakin misterius, semakin kuat pula aroma intrik di dalamnya.

Sidang pada Senin (4/6), dua saksi yang dihadirkan dari PT Adora Integrasi Solusi mencabut keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Tidak jelas apa alasannya.

Kedua saksi itu adalah pembuat aplikasi, Muhammad Kripsiyanto, dan Direktur PT Adora Integrasi Solusi Vendra Wasnury. Dalam BAP, mereka mengatakan, kontrak pembuatan perangkat lunak aplikasi simulator berkendara adalah fiktif. Tak ada pekerjaan riil yang mereka lakukan dengan nilai kontrak Rp 49 miliar tersebut.

Pencabutan BAP tersebut diikuti pernyataan bahwa mereka belum dibayar dan perangkat lunak yang dibuat tidak sampai digunakan. Dengan demikian, simulator berkendara yang sudah didistribusikan menggunakan aplikasi bawaan atau aplikasi buatan pihak lain yang masih misterius juga.

Di dunia internet, biasanya seorang pengembang program canggih sering bergaul dan bersosialisasi di media sosial. Namun, tidak demikian dengan Kripsiyanto. Nama Muhammad Kripsiyanto yang ditemukan tak berasosiasi dengan pekerjaan programmer, tetapi dengan penjual produk elektronik.

Ketua Majelis Hakim Suhartoyo mengaku bingung dengan keterangan para saksi itu dan berkesimpulan pernyataan mereka tidak logis. Karena belum menerima uang dari pekerjaan ini, bisa dibilang mereka tidak terkait dengan aliran dana proyek simulator berkendara.

Jaksa penuntut umum pada KPK berkali-kali menanyakan alasan pencabutan BAP tersebut, tetapi tetap tak mendapatkan jawaban. Dugaan jaksa bahwa pembuatan perangkat lunak untuk simulator berkendara ini fiktif diingkari saksi.

Pemalsuan tanda tangan

Misteri lain adalah banyaknya tanda tangan yang dipalsukan. Dalam sidang yang menghadirkan saksi mantan bendahara Satuan Kerja Korlantas, Komisaris Legimo, penasihat hukum terdakwa, terutama Juniver Girsang, mencecar Legimo terkait pemalsuan tanda tangan Djoko Susilo yang pernah diakui Legimo.

Juniver mengingatkan Legimo pada sebuah pertemuan. Juniver mengaku pernah bertemu Legimo dan saat itu Legimo memberitahukan bahwa dialah yang memalsukan tanda tangan. Tanda tangan itu penting karena digunakan untuk mempercepat pencairan proyek simulator berkendara.

”Apa Saksi ingat, waktu itu mengatakan, ’Waduh, sebetulnya tanda tangan SPM (surat perintah membayar) itu saya palsukan’. Kemudian saya jawab waktu itu, ’Waduh, opo iku (apa itu) Mas, berat ini’. Saudara menjawab, ’Aku manut wae wis, nasibku (saya nurut aja, nasib saya)’. Saudara katakan itu?” tanya Juniver. Legimo menjawab, ”Tidak.”

Juniver mengingatkan, pemeriksaan Legimo di bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Inspektorat Pengawas Umum (Itwasum) Polri. Dalam BAP Itwasum dan Propam disebutkan, Legimo yang memalsukan tanda tangan.

”Saya tidak katakan saya yang palsukan, tapi sudah ditandatangani beliau (Djoko Susilo),” jawab Legimo.

Juniver terus bertanya. ”Dalam empat peristiwa, Saudara katakan yang memalsukan. Saya sempat tepuk-tepuk (sambil berkata), ’Nasibmu, Mas’. Masa lupa?” tanya Juniver.

Emosi Legimo pun tampak naik. ”Yang saya ingat, waktu itu Bapak menyarankan agar saya mengakui menerima uang Rp 5 juta...,” jawab Legimo keras, yang dipotong Juniver dengan ucapan, ”Pertanyaan saya, benar enggak memalsukan?”

”Tidak,” ujar Legimo.

Jawaban Legimo soal disuruh Juniver mengakui menerima uang Rp 5 juta itu masih misterius karena tak sempat disampaikan dengan gamblang. Menjelang akhir sidang, giliran penasihat hukum terdakwa, Tommy Sihotang, bertanya soal tanda tangan yang dipalsukan.

Tommy pun mengeluarkan jurus bernada ancaman jika saksi berbohong di persidangan.

Jaksa Kemas Abdul Roni menyampaikan keberatan karena penasihat hukum tak boleh mengancam di persidangan.

”Tanda tangan siapa?” tanya Tommy.

”Kakor (Djoko Susilo). Tanda tangan atas perintah Kakor untuk tanda tangan Kakor dan Waka (Wakil Kepala Korlantas Brigjen Didik Purnomo),” jawab Legimo.

Jika merujuk hubungan Legimo dan Djoko yang sudah lama menjadi bawahan-atasan, jawaban Legimo logis. Legimo telah menjadi orang kepercayaan Djoko, mulai dari mengurusi biaya komando hingga membayar tukang kebun Djoko.

Soal tanda tangan yang dipalsukan juga mencuat pada sidang dengan saksi Murtono. Tanda tangannya sebagai pemeriksa dan pengawas barang ternyata juga dipalsukan untuk melancarkan pencairan dana.

”Pernah ada telepon dari Nyoman (Ajun Komisaris Ni Nyoman Suarti, anggota panitia) dia bilang ada berita acara yang harus ditandatangani, tapi saya tolak,” kata Murtono.

”Tanda tangani ini perintah pimpinan, ada seperti itu Nyoman bilang?” tanya jaksa Roni, yang diiyakan Murtono.

”Yang dimaksud pimpinan mungkin Kakor (Djoko Susilo),” lanjut Murtono, yang memicu pertanyaan Suhartoyo. ”Itu tegas dia bilang perintah Kakor?” tanya Suhartoyo.

”Waktu itu bilang perintah pimpinan, di Korlantas pimpinan Kakor dan Waka,” jawab Murtono. Padahal, dalam BAP, Murtono jelas menyebut Kakor.

Kini, usaha membuktikan dakwaan benar-benar penuh tantangan karena banyaknya saksi yang mengingkari BAP. Misteri dan intrik-intrik dalam kasus ini harus dibongkar, tetapi tetap dengan cara elegan. Kita tunggu keterangan saksi kunci berikutnya: Budi Susanto, pemenang proyek. (Amir Sodikin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com