Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih dari 5.000 Orang Tolak Penghargaan untuk Presiden SBY

Kompas.com - 22/05/2013, 23:41 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga Rabu (22/5/2013) sore, sudah 5.514 orang yang menandatangani petisi untuk menolak rencana pemberian penghargaan World Statesman dari The Appeal of Conscience Foundation di New York, Amerika Serikat, untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya, selama masa kepemimpinan Yudhoyono justru marak tindakan intoleransi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Petisi digalang lewat www.change.org/natoSBY.

Direktur Komunikasi Change.org, Arief Aziz, di Jakarta, Rabu (22/5/2013), mengungkapkan, hingga sekitar pukul 15.30 WIB, jumlah penanda tangan petisi menolak penghargaan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencapai 5.514 orang. Jumlah itu akan terus bertambah.

Penanda tangan berasal dari berbagai kalangan, seperti para pegiat hak asasi manusia (HAM), tokoh agama, pegiat kebebasan beragama, aktivis demokrasi, dan aktivis pluralisme. Mereka antara lain pegiat HAM, Andreas Harsono; Koordinator Kontras, Haris Azhar; Benny Susetyo; aktivis pluralisme, Alissa Wahid; dan pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF), Karlina Supeli.

"Untuk memperluas dukungan, kami juga merencanakan pertemuan bersama dan jumpa pers," kata Arief Aziz.

The Appeal of Conscience Foundation (TACF) di New York berencana memberikan World Statesman Award untuk Presiden SBY pada akhir Mei ini. Penghargaan selama ini dianugerahkan kepada sejumlah pemimpin dunia yang dinilai mempromosikan toleransi, perdamaian, dan resolusi konflik. Namun, rencana itu diprotes banyak kalangan di Indonesia. SBY dinilai belum layak menerima penghargaan itu.

Sebagai presiden dan kepala negara, Yudhoyono dianggap tidak berbuat banyak untuk mencegah dan menindak para pelaku kekerasan dalam berbagai kasus intoleransi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan justru diabaikan.

Inisiator petisi www.change.org/natoSBY, Imam Shofwan, mengungkapkan bahwa petisi akan terus digalang hingga mencapai 10.000 penanda tangan. Selain menolak penghargaan untuk SBY, petisi merupakan bentuk dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap kelompok-kelompok minoritas yang dizalimi selama kepemimpinan Yudhoyono.

Menurut Imam, sejak SBY menjadi Presiden RI pada akhir 2004, terjadi peningkatan infrastruktur hukum yang memperlakukan minoritas agama sebagai warga negara kelas dua. Hal itu dialami kelompok minoritas Muslim, seperti Jemaah Ahmadiyah dan Syiah, ataupun minoritas non-Muslim, seperti Bahai, Kristen, dan agama-agama tradisional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Oposisi” Masyarakat Sipil

    “Oposisi” Masyarakat Sipil

    Nasional
    Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

    Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

    Nasional
    Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

    Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

    Nasional
    Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

    Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

    Nasional
    Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

    Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

    Nasional
    Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

    Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

    Nasional
    Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

    Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com