Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polda Papua Percepat Kasus Labora

Kompas.com - 22/05/2013, 02:09 WIB

jayapura, Kompas - Kepolisian Daerah Papua berkomitmen mengusut tuntas tiga kasus yang menjerat anggotanya, Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus. Ketiga kasus itu adalah dugaan perdagangan kayu ilegal, penimbunan solar, dan pencucian uang.

Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Tito Karnavian, Selasa (21/5), di Jayapura, mengatakan, akan mempercepat pembuktian ketiga kasus itu, apalagi ada batas waktu penahanan. Saat ini, tim gabungan dari Polda Papua dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim ) Polri memusatkan perhatian pada tiga kasus tersebut.

Menurut Tito, dukungan tim dari Polri cukup penting karena terkait masalah teknis pembuktian yang pelik. ”Karena dalam kasus ini telah melibatkan jaringan di luar Papua, yaitu di Surabaya, dan indikasi penjualan ke China. Kalau hanya Polda Papua saja, itu cukup berat,” kata Tito kepada pers.

Tak hanya itu, Polda Papua pun telah membentuk tim untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak internal yang membiarkan, memfasilitasi, atau menerima aliran dana dari Labora.

Polda Papua akan mengusut kasus dugaan penimbunan solar dan kayu ilegal sebagai pokok persoalan dan kemudian mencari kaitannya dengan dugaan kasus pencucian uang. Agar kasus seperti itu tidak lagi terulang, Tito telah mengumpulkan kepala polres di Papua dan Papua Barat. Mereka diminta untuk melakukan pengawasan melekat kepada jajaran mereka.

Meski demikian, Bareskrim Polri belum menemukan aliran dana mencurigakan kepada atasan Labora. ”Namun, informasi yang masuk tetap akan kami tindak lanjuti,” kata Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman di Jakarta, Selasa.

Sutarman menjelaskan, mantan kapolres di Raja Ampat, Papua, pernah diproses terkait kasus mirip kasus Labora. ”(Mantan) kapolres sudah ditindak pada waktu itu. Kapolres yang lama sudah ditindak sebelum ini,” katanya ketika ditanya mengapa kasus Labora baru terungkap setelah transaksi keuangan sudah terakumulasi selama lima tahun.

Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, tahun 2009, ada kasus transaksi keuangan mencurigakan milik aparat kepolisian berinisial MR berpangkat komisaris. Namun, kata Neta, Komisaris MR dibebaskan majelis hakim. Karena itu, Neta khawatir konstruksi hukum yang dibangun penyidik dalam kasus Labora lemah.

Menurut Sutarman, laporan atau masukan, termasuk dari Komisi Kepolisian Nasional, dapat menjadi informasi bagi penyidik untuk mengungkap aliran dana. Kasus dugaan pidana asal dalam kasus Labora terkait penimbunan BBM ilegal dan pembalakan liar (illegal logging).

Setelah itu, kepolisian menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menelusuri aliran dana milik Labora melalui kerja sama dengan PPATK. Penyidik memblokir 60 rekening yang disinyalir terhubung aliran dana perusahaan terkait Labora.

Mengenai aliran dana Labora, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, penyidik sudah diinstruksikan untuk menelusuri dan mengungkap aliran dana perusahaan yang terkait dengan Labora. Penyidik masih harus menunggu hasil penelusuran dari pihak perbankan.

Menurut Neta, polisi dilarang berbisnis. Pasal 5 Peraturan Pemerintah No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Polri menyebutkan, anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Polri. Polisi juga dilarang bekerja sama dengan orang lain, di dalam atau di luar lingkungan kerja, untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang merugikan kepentingan negara. ”Jika polisi berbisnis, dia tidak akan bisa profesional. Padahal, dia sudah digaji negara,” ujar Neta,

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, profesi polisi berorientasi pada pencapaian keadilan dan kebenaran. ”Polisi tidak diizinkan berbisnis karena sangat mungkin polisi itu menggunakan kekuasaan untuk menyukseskan bisnisnya,” katanya. (JOS/FER/WHY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com