Di sisi lain, aspek kesejahteraan masyarakat Bali juga tergolong di atas rata-rata nasional. Indeks Kesejahteraan Daerah (IKD) 2011 yang disusun Litbang Kompas menempatkan Bali pada posisi ke-4 dari 33 provinsi yang dikaji. Dalam IKD, terdapat empat aspek yang menjadi dasar pengukuran kesejahteraan, yaitu kualitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dasar, ataupun aspek perekonomian. Hampir semua aspek yang dikaji menunjukkan posisi Bali di atas rata-rata nasional. Skor total IKD Bali sebesar 276, jauh di atas rata-rata skor nasional, 256. Apabila dibandingkan dengan skor IKD tahun 2007, Bali juga berada pada posisi ke-4 dari 33 provinsi di Indonesia.
Jika dikaitkan antara besaran Indeks Demokrasi dan Indeks Kesejahteraan Bali, tampak benar posisi provinsi ini secara nasional di atas rata-rata. Bali masuk dalam kategori wilayah di mana demokrasi dan kesejahteraan sama-sama di atas rata-rata nasional
Bila bersandar pada kedua indeks, baik indeks kualitas demokrasi maupun kesejahteraan, tidak serta-merta menggambarkan realitas yang berkesinambungan. Justru kedua aspek, baik demokrasi maupun kesejahteraan, tengah menghadapi ancaman serius.
Dari sisi kesejahteraan, misalnya, di tengah gemerlapnya pesona industri pariwisata Bali dan semakin melesatnya nilai ekonomi yang disumbangkan industri ini, justru semakin lebar jurang kesenjangan kesejahteraan masyarakat setempat.
Parahnya, kesenjangan tak hanya terjadi pada tingkat masyarakat saja, tetapi juga antarwilayah kabupaten/kota. Yang paling menonjol terlihat adanya perbedaan pembangunan antara wilayah Bali Selatan dan wilayah Utara dan Timur.
Begitu juga dalam pengembangan kualitas demokrasinya. Bali, dengan penduduk 3,89 juta jiwa (Sensus 2010) yang dikenal secara sosial, baik suku maupun agama yang dianut, tampak homogen, tengah berkontraksi terhadap berbagai perubahan sosial yang dialaminya.
Semakin derasnya arus modal dan pendatang sedikit banyak turut memengaruhi keseimbangan sosial yang sudah terbentuk sebelumnya. Tidak hanya terkait dengan intervensi eksternal saja, berbagai kajian menunjukkan, di kalangan internal masyarakat Bali sendiri selama ini tengah berlangsung pula pergeseran struktur dan kultur masyarakat yang cenderung memudarkan nilai kultural Bali.
Dalam keterdesakan kondisi seperti itu, reaksi pembalikan situasi pun mulai gencar tersuarakan. Malah, berbagai upaya pemurnian tradisi mulai menggejala, yang dalam beberapa persoalan potensial memancing reaksi ketegangan sosial baru.
Realitas arus perubahan semacam ini, jika tidak sikapi secara matang menjadi ancaman baru bagi kelestarian kualitas demokrasi yang selama ini berada di atas sebagian besar provinsi lain di Indonesia.
Dalam kondisi semacam inilah pilkada 15 Mei mendatang, berikut pemimpin Bali yang terpilih harus menjamin manisnya buah demokrasi di Bali.(Litbang Kompas)