Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Samad Beberkan Kecanggihan Korupsi BLBI dan Century

Kompas.com - 09/05/2013, 15:14 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan saat ini praktik-praktik korupsi yang terjadi di Indonesia sudah semakin canggih. Contoh yang paling terlihat ada pada kasus dana talangan Bank Century dan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) beberapa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Jadi, korupsi ini sebenarnya mengalami evolusi. Praktik tata cara orang melakukan korup yang dulu sederhana melalui pungli dan manipulasi sekarang semakin canggih. Kecanggihan ini pun harus diantisipasi penegak hukum," ujar Samad dalam seminar Perlindungan dan Pengembalian Aset Negara di Hotel Borobudur, Kamis (9/5/2013).

Samad menjabarkan bahwa saat ini praktik korupsi juga tidak lagi bersifat lokal, tetapi sudah transnasional melintasi batas-batas wilayah. Oleh karena itu, Samad menilai perlunya membangun kerja sama dengan negara-negara lain untuk sama-sama berkomitmen melakukan pemberantasan korupsi. Kerja sama ini dinilai penting agar tidak ada tempat bagi koruptor untuk bisa melarikan aset-aset negara yang dikorupsinya.

"Jangan sampai ada tempat yang aman bagi pelaku korupsi jika berlari dari satu negara ke negara lain. Pencurian aset negara masa lalu ini dipicu adanya suasana kondusif bagi koruptor untuk melarikan aset ke luar negeri," kata Samad.

Praktik melarikan aset negara ke luar negeri ini, kata Samad, terjadi pada kasus BLBI dan dana talangan Bank Century. Samad mengungkapkan ada dugaan modus yang sangat canggih yang dilakukan para koruptor dalam kasus BLBI untuk mengambil aset negara.

Dalam kasus BLBI, contohnya, ketika sebuah perusahan dinyataan sudah tidak mampu lagi, perusahaan diberi kewajiban menyerahkan aset kepada negara.

"Tapi, apa yang dilakukan perusahaan, mereka menyerahkan kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan asetnya dilelang dengan harga yang tidak semestinya. Perusahaan itu kemudian membeli lagi melalui perusahaannya di luar negeri sehingga aset itu kembai lagi jatuh kepada para konglomerat itu," tutur Samad.

Hal serupa, kata Samad, terjadi dalam praktik korupsi dalam kasus Bank Century. "Century juga demikian. Asetnya kembali menggunakan perusahaan-perusahaan di luar negeri. Oleh karena itu, kami harus menjangkau kejahatan-kejahatan dengan modus canggih seperti ini," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com