Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Djoko Susilo, Buat Koruptor Gagal Bayar

Kompas.com - 02/05/2013, 09:12 WIB
Khaerudin

Penulis

KOMPAS.com - Entah apa yang disasar tim pengacara mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo ketika menyerang kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang sepanjang tahun 2003-2010. Yang jelas, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang memang menjadi alat ampuh bagi penegak hukum untuk memiskinkan pelaku tindak pidana, khususnya korupsi.

Ada beban pembuktian terbalik bagi mereka yang didakwa melakukan pencucian uang. Terdakwa pencucian uang harus bisa membuktikan perolehan harta kekayaannya secara sah. Jika tidak mampu membuktikan perolehan hartanya secara sah, negara bisa merampasnya.

Mungkin inilah yang dikhawatirkan Djoko dan pengacaranya. Apalagi, KPK mulai menyita satu per satu aset dan kekayaan yang diduga dikuasai Djoko secara tidak sah setelah dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas tahun anggaran 2010-2011. Dari pengusutan tindak pidana korupsi pengadaan simulator tahun 2010-2011 ini, KPK kemudian juga menyangka Djoko melakukan pencucian uang.

Belakangan, dari penelusuran aset yang dilakukan KPK, Djoko diduga tak hanya melakukan pencucian uang sejak tahun 2010. KPK menemukan sejumlah aset yang diduga diperoleh secara tidak sah oleh Djoko sebelum periode pengadaan simulator tahun 2010-2011. Aset-aset Djoko, mulai dari rumah mewah, apartemen elite, tanah, stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, hingga sejumlah kendaraan, ditemukan KPK. Aset-aset tersebut ditemukan tak hanya dari penelusuran KPK, tetapi juga berdasarkan laporan masyarakat. Laporan masyarakat soal aset Djoko itu terus mengalir ke KPK hingga kini.

Ketika KPK mendakwa Djoko melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebelum tahun 2010, tim pengacara mantan Gubernur Akademi Kepolisian tersebut langsung menyerang kewenangan lembaga antirasuah ini. ”Penyidik KPK tidak berwenang melakukan penyidikan terhadap TPPU dengan tempus delicti tahun 2003-Oktober 2010,” kata salah seorang pengacara Djoko, Hotma Sitompul.

Menurut Hotma, penyidikan TPPU yang didakwakan dalam dakwaan ketiga tidak sah sehingga dakwaan itu harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Jika melihat apa yang pernah dilakukan KPK dan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU KPK, jawabannya adalah KPK bisa mengusut TPPU sebelum tahun 2010.

”KPK pernah menangani kasus Abdullah Puteh (mantan Gubernur Aceh). Peristiwa tindak pidana korupsinya terjadi 2001, persidangannya Desember 2004. KPK dibentuk dengan UU No 30/2002 dan komisionernya baru diangkat tahun 2003,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Putusan hukum atas Puteh yang didakwa korupsi dalam pengadaan helikopter Mi-2 telah berkekuatan hukum tetap.

Tak hanya itu, salah seorang tersangka kasus yang sama, Bram Manoppo, mengajukan uji materi UU KPK ke MK. Bram menganggap KPK tak berwenang mengusut kasus korupsi yang terjadi sebelum lembaga itu berdiri. Dia merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut atau asas retroaktif, Namun, MK tak mengabulkan uji materi yang diajukan Bram. KPK pun tetap bisa mengusutnya.

Maka, memang benar, meski dakwaan terhadap Djoko ini merupakan hal biasa bagi KPK, hal itu bakal menjadi tonggak bagi penegakan hukum di Indonesia. Siap-siaplah penyelenggara negara yang memiliki kekayaan tak sesuai dengan profil pendapatan resminya diseret ke pengadilan dan harta bendanya disita. Jika hal itu dilakukan, mereka yang bakal duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa korupsi dan pencuci uang bisa-bisa gagal bayar, tak sanggup membayar para pengacara mahal. (KHAERUDIN)

Ikuti berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Korupsi Korlantas Polri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

    Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

    Nasional
    Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

    Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

    Nasional
    ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

    ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

    Nasional
    Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

    Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

    Nasional
    Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

    Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

    Nasional
    KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

    KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

    Nasional
    Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

    Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

    Nasional
    Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

    Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

    Nasional
    Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

    Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

    Nasional
    Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

    Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

    Nasional
    Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

    Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

    Nasional
    KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

    KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

    Nasional
    4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

    4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

    Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

    Nasional
    KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

    KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com