Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKPP Memecat Anggota KPU Morowali

Kompas.com - 05/04/2013, 10:42 WIB
Adrian Fajriansyah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Morowali Harun Nyak Itam Abu. Harun terbukti melalaikan tugasnya dan melanggar Pasal 27 ayat (2) huruf c, huruf f, dan huruf g Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Pemilu.            

Hal itu disampaikan oleh Majelis Hakim DKPP Jimly Asshiddiqie saat menjelaskan keputusan sidang kode etik penyelenggara pemilu, di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Kamis (4/4). Harun sendiri merupakan pihak teradu, yang diadukan oleh Aripudin Saali selaku pihak pengadu.

Pihak teradu diduga melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, karena telah melalaikan tugasnya sebagai Anggota KPU Kab Morowali sejak 12 Oktober 2012. Serta pihak teradu tidak menghadiri Rapat Pleno KPU Kab Morowali sebanyak enam kali dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab Morowali Tahun 2012.

Menurut Jimly, semua keputusan yang dikeluarkan oleh DKPP sifatnya final dan mengikat. "Sehingga tidak bisa lagi melakukan upaya hukum setelahnya," pesannya saat menyampaikan keputusan. Jimly menegaskan, pihaknya telah setransparan mungkin dalam menjalankan proses penyidikan terhadpa semua aduan. Di mana semua pihak pengadu maupun teradu diberikan kesempatan untuk mengemukakan semua pendapatnya, beserta bukti dan saksi yang mereka miliki. "Oleh karena itu, kami berharap agar semua pihak pengadu maupun teradu dapat menerima segala bentuk keputusan ini," pesannya.

Dalam sidang tersebut, DKPP memutuskan hasil tujuh perkara terkait aduan adanya pelanggaran kode etik dalam penyelenggaraan pemilu. Dari ketujuh perkara itu, satu teradu dinyatakan bersalah dan diberhentikan berasal dari KPU Morowali. Lalu satu pihak teradu diberikan peringatan keras berasal dari KPU Aceh Selatan. Kemudian, tiga pihak teradu direhabilitasi nama baiknya karena tidak terbukti bersalah, yaitu dari KPU Palembang, KPU Nabire, dan KPU Tanggamus, Lampung Selatan.

Adapun sisanya, dua perkara internal kepartaian di Partai Peduli Rakyat Nasional dan Partai Hanura Sumatera Barat ditolak aduannya oleh DKPP, karena tidak terkait perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Sementara itu, salah satu pihak teradu, Ketua KPU Nabire Yusuf Kobepa mengatakan, puas dengan hasil putusan DKPP tersebut. "Sejak awal persidangan, kami yakin akan memenangkan perkara ini. Itu karena kami telah melakukan tugas sebagaimana mestinya, serta memiliki bukti dan saksi yang kuat saat persidangan," katanya.

Adapun, salah satu pihak pengadu, Bakal Calon Walikota Palembang, M Aminuddin mengatakan, pihaknya tidak puas dengan keputusan tersebut. Menurutnya, DKPP telah "masuk angin" atau telah diinterpensi oleh sejumlah pihak. "Itu terbukti dari sangat lambatnya DKPP dalam menentukan keputusan," tuturnya.

Untuk itu, Aminuddin mengungkapkan, pihaknya akan menggugat DKPP ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha terkait pelanggaran atas peraturan dalam pasal 32 hurup (1) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

"Seharusnya putusan yang dilakukan dalam rapat pleno DKPP paling lama tiga hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan selesai. Dan sidang terakhir perkara kami berlangsung 7 Maret lalu," terangnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com