Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putus Mata Rantai Kekerasan

Kompas.com - 03/04/2013, 23:38 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Gejala hukum rimba membahayakan eksistensi negara Indonesia. Untuk mencegahnya, pemerintah harus mengembalikan hukum sebagai panglima dan memutus mata rantai kekerasan.

"Pemimpin Republik Indonesia harus berani menghentikan hukum rimba dengan memutus tali kekerasan. Kembalikan hukum sebagai panglima, bukan lagi dikendalikan kekuasan uang dan senjata," kata Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo, Rabu (3/4/2013) di Jakarta.

Berbagai kekerasan dan kecenderungan main hakim sendiri di berbagai daerah belakangan ini menunjukkan, masyarakat semakin kehilangan kepercayaan kepada hukum, kepemimpinan, dan pemerintahan. Kondisi ini bisa kian memburuk sehingga menumbuhkan kecenderungan hukum rimba.

Menurut Benny, ancaman hukum rimba terjadi akibat lemahnya sistem hukum dan tiadanya pemimpin yang memiliki kewibawaan di ruang publik. Hukum tidak dijadikan acuan dan sudah kehilangan kekuatan akibat dikendalikan kekuasaan dan uang. Logika kekuasan ini berbahaya karena melemahkan fungsi hukum dan tertib sosial.

"Ini membahayakan eksistensi negara karena hukum rimba menjadi cara bertindak dan bernalar. Negara tidak berdaya karena dikendalikan orang yang memiliki kekuatan," tuturnya.

Jalan keluarnya, menurut Benny, pemimpin negara harus berani menjadikan hukum sebagai panglima. "Kita tunggu ketegasan dan keberanian negara. Kalau tidak, bangsa ini akan kehilangan keadaban publik. Negara dikendalikan para preman yang berkuasa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com