JAKARTA, KOMPAS.com- Majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta yang menangani gugatan Partai Persatuan dan Keadilan Indonesia dilaporkan ke Komisi Yudisial, Rabu (3/4/2013).
Diduga ada pelanggaran kode etik pada penanganan gugatan PKPI. Namun, PKPI menyatakan lepas tangan dengan dugaan pelanggaran kode etik itu.
Aktivis beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Pemilu dan Peradilan (KP3) melaporkan Santer Sitorus, Arif Nurdua, dan Nurnaeni Manurung kepada KY. Ketiganya adalah majelis hakim yang memenangkan gugatan PKPI terhadap KPU.
Namun, putusan majelis hakim dinilai janggal. Sebab, dasar pertimbangan hukum yang digunakan parsial, pengajuan gugatan tidak memerhatikan limitasi waktu, serta obyek sengketa yang diuji kabur serta tidak konsisten.
Selain itu, hakim dinilai melampaui wilayahnya dengan menilai KPU melanggar kode etik karena tidak menjalankan putusan Bawaslu yang memenangkan gugatan PKPI.
Majelis hakim juga melanggar azas peradilan yang baik (fair hearing) karena tidak mendengarkan keterangan para pihak secara berimbang serta menutup ruang kasasi untuk KPU.
Atas dugaan pelanggaran kode etik ini, Ketua Umum PKPI Sutiyoso mengatakan, PKPI hanya pelapor yang mencari keadilan melalui Bawaslu dan PTTUN. "Semua sudah kami lakukan. Hasilnya sesuai harapan, dan bagi kami sudah selesai. Kalau ada yang memperkarakan hakimnya, itu bukan urusan kami. "Main-main" bukan urusan kami. Kami partai kecil, sumbernya dari mana," tutur Sutiyoso.
Mantan Gubernur DKI ini menambahkan, pihaknya sudah yakin memenangkan gugatan di PTTUN. Sebab, Bawaslu sudah memenangkan gugatan PKPI. Selain itu, katanya, PKPI sudah ke Mahkamah Agung dan dikeluarkan Fatwa MA.
Padahal, Fatwa MA diterbitkan karena permintaan Bawaslu, bukan oleh PKPI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.