Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disesalkan, SBY Jadi Ketum Demokrat

Kompas.com - 03/04/2013, 15:45 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pengamat politik dan pakar hukum menyesali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merangkap jabatan dengan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Mereka membuat pernyataan sikap, yang salah satunya menyatakan SBY telah melakukan pelanggaran kode etik dengan tindakan tersebut. Ada enam pernyataan yang dilontarkan terkait rangkap jabatan SBY ini.

"Dalam pernyataannya, SBY menyatakan bahwa upaya yang dilakukannya merupakan bentuk penyelamatan Partai Demokrat, dia pun siap menerima kritik. Ini menunjukkan SBY sudah mendahulukan kepentingan partai daripada kepentingan bangsa dan negara," sebut Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, di kantor Concern ABN, Rabu (3/4/2013). Selain Ray, kecaman ini dinyatakan juga antara lain oleh pendiri Constitution Center, Adnan Buyung Nasution dan mantan hakim konstitusi Mohamad Laica Marzuki.

Menurut mereka, seharusnya ada pembatasan soal rangkap jabatan presiden. Tujuannya, menghindari konflik kepentingan dan menghindarkan kesan bahwa presiden tidak mengayomi rakyat. Ray pun berpendapat rangkap jabatan bagi presiden dan wakil presiden juga perlu diatur seperti larangan jabatan bagi anggota Dewan Pertimbangan Presiden sesuai pasal 12 Ayat 1 Huruf d UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden.

Lalu, lanjut Ray, harus ada larangan rangkap jabatan untuk presiden dan wakil presiden, seperti halnya larangan serupa bagi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Larangan untuk para anggota legislatif diatur dalam Pasal 51 Ayat 1 Huruf m UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD.

SBY, kecam Ray, menegur para menterinya agar mementingkan kepentingan negara di atas kepentingan partai tapi justru merangkap lebih dari satu jabatan di partai politik. "(Maka) keputusan SBY dengan menjabat Ketua Umum, Ketua Dewan Pembina, Ketua Dewan Kehormatan, dan Ketua Majelis tinggi Partai Demokrat, nyata-nyata merupakan pelanggaran etika politik," ujarnya.

Langkah SBY mengangkat anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono menjadi Sekjen Partai Demokrat, menurut Ray, menunjukkan SBY telah melakukan nepotisme politik. "Bagaimana mungkin partai yang dikuasai oleh satu keluarga bisa berkembang. Menurut kami hal itu sudah melanggar Tap MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN," katanya.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Nasional
    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Nasional
    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Nasional
    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Nasional
    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Nasional
    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Nasional
    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Nasional
    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Nasional
    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Nasional
    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Nasional
    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Nasional
    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Nasional
    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Nasional
    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com