Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luthfi Bakal Terjerat Pasal Pencucian Uang

Kompas.com - 20/03/2013, 08:39 WIB
Khaerudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq bakal seperti teman dekatnya, Ahmad Fathanah, yakni terjerat pasal-pasal tindak pidana pencucian uang. Komisi Pemberantasan Korupsi terus menelusuri sejumlah aset yang diduga dimiliki dan dikuasai Luthfi dan berasal dari tindak pidana korupsi.

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengungkapkan, logikanya, Luthfi bisa dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Terlebih, Fathanah, yang terkena pasal-pasal TPPU terlebih dahulu dalam konteks kasus suap terkait pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian, diduga sebagai penerima suap bersama Luthfi.

”KPK memang harus mencari bukti-bukti terlebih dahulu,” kata Adnan, di Jakarta, Selasa (19/3). Adnan mengatakan, KPK menelusuri aset-aset milik Luthfi seperti halnya terhadap tersangka kasus lain.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, KPK, antara lain, menelusuri dugaan kepemilikan dua rumah mewah dan mobil mewah milik Luthfi. Salah satu mobil mewah yang diduga dimiliki Luthfi adalah Toyota FJ Cruiser senilai Rp 1 miliar. Ini jenis mobil yang sama yang juga telah disita KPK dari Fathanah.

Adnan mengatakan, ada kemungkinan dugaan perkara tindak pidana korupsi lain di luar suap impor daging sapi yang masih didalami KPK. Kasus tersebut berkaitan dengan pengakuan Fathanah tentang dugaan korupsi di Bank Jabar Banten. ”Kan sudah ditulis juga oleh media soal dugaan keterlibatan yang bersangkutan,” ujarnya.

Secara terpisah, menurut pakar hukum TPPU dari Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, KPK memang harus menggunakan pasal-pasal TPPU terhadap penyelenggara negara, termasuk Luthfi. ”Tentu harus dikenakan TPPU kalau ada harta kekayaannya yang mencurigakan,” katanya.

Yenti mengungkapkan, kemungkinan ada kasus lain di luar suap impor daging sapi. Hal ini terkait dengan uang suap sebesar Rp 1 miliar yang diduga diberikan dua anggota direksi perusahaan importir daging sapi PT Indoguna Utama, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, kepada Luthfi melalui Fathanah, di mana uang suap tersebut telah disita KPK. Uang suap tersebut, lanjut Yenti, belum sempat digunakan.

”Nah, kalau korupsi lainnya dan sudah digunakan, itu pasti terjadi TPPU,” ujarnya.

Menurut pengacara Luthfi, Mohamad Assegaf, tak mungkin pencucian uang yang dituduhkan kepada Luthfi terkait dengan uang suap Rp 1 miliar yang diberikan Juard dan Arya kepada Fathanah. Uang itu sudah disita KPK beberapa saat setelah diserahkan kepada Fathanah.

”Kalau begitu, uang mana lagi? Kan uang Rp 1 miliar telah disita. Sementara tiga mobil yang disita dari Fathanah, kan, enggak berasal dari duit Rp 1 miliar. Saya enggak tahu kalau KPK punya bukti dan petunjuk lain di luar soal suap Rp 1 miliar,” ujarnya.

Dalam pengembangan kasus ini, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, kemarin KPK menggeledah sebuah rumah toko di kompleks pusat perbelanjaan Atrium Senen, Jakarta Pusat, dan gudang di kawasan industri, Karawaci, Tangerang. (bil)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com