Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas: Ada Aroma Tidak Enak dari Sejumlah Peristiwa Politik

Kompas.com - 28/02/2013, 18:29 WIB
Sabrina Asril, Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sudah mencium "aroma" tidak mengenakkan dari sejumlah peristiwa politik hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Anas mengatakan, ada pihak yang bahkan menyebut kalau saja Anas mundur dari dulu, dia tidak akan menjadi tersangka.

Di dalam wawancara khusus dengan Kompas TV di kediamannya, di Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Kamis (28/2/2013), Anas mengatakan, ada sejumlah peristiwa politik yang saling terkait. Ia membantah hendak mengaitkan antara kasus hukum yang dijalaninya dengan politik.

"Bukan dilarikan ke politik. Penjelasan saya adalah fakta-fakta politik, artinya penjelasan fakta-fakta yang bukan karangan. Tidak ada karangan. Itu fakta politik yang terangkai satu demi satu yang jelas," ujar Anas. Dia kembali menjelaskan bahwa seseorang yang diminta untuk konsentrasi menghadapi masalah hukum berarti memiliki kasus hukum.

Seperti diketahui, di sela ibadah umrahnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta Komisi Pemberantasan Korupsi segera memberi kepastian status hukum bagi Anas. "Artinya, orang itu sudah yakin dan sudah tahu (Anas tersangka) saya kira," saat ditanyakan apakah pernyataan SBY itu sinyal bahwa sudah ada yang mengetahui Anas segera menjadi tersangka.

Ia juga membenarkan kecurigaan semakin besar manakala ada seorang menteri dari Partai Demokrat yang mengatakan sudah tahu Anas tersangka dan tinggal menunggu pengumuman KPK. Pernyataan ini merujuk kepada Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan yang sempat menyatakan sudah tahu bahwa Anas tersangka meski belum ada pernyataan resmi dari KPK.

"Ya, saya melihat statement itu. Itu fakta lain lagi. Fakta kan tidak berdiri sendiri, saling berkaitan, saling cocok memperkuat," kata Anas. Ada pula, singgung Anas, fakta lain dari pernyataan seseorang yang menuturkan Anas tidak akan jadi tersangka jika ia mundur sejak dulu dari Demokrat.

"Ada lagi pernyataan kalau Anas mundur jadi Ketum Demokrat, dia nggak akan jadi tersangka. Itu fakta lain lagi," ucap Anas. Tapi, dia tak menyebutkan siapa sosok yang mengatakan itu. Anas memastikan, dia akan tetap menjalani proses hukum sebagai warga negara. Ia berkeyakinan proses hukum akan berjalan obyektif dan transparan. "Saya yakin bisa mencari dan menemukan keadilan yang sebenarnya," imbuh Anas.

KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini tertuang dalam surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013.

Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Juru Bicara KPK Johan Budi, ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait gratifikasi proyek Hambalang dan proyek lainnya, Anas akhirnya memutuskan berhenti menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com