JAKARTA, KOMPAS.com — Politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menilai sosok Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas merupakan sosok paling tepat untuk memimpin partai tersebut sementara waktu. Ruhut mendorong perlunya Partai Demokrat segera menggelar kongres luar biasa (KLB).
Sesuai dengan pakta integritas partai ini, Anas pun harus bersedia mundur dari jabatannya setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan suap proyek Hambalang. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua mengatakan, jika Anas mundur, tugas partai kini diemban sepenuhnya oleh Majelis Tinggi partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
"Kalau sekarang, kan, dipimpin Pak SBY, tapi perlu ada yang mengantarkan KLB. Jadi, ya, kalau aku, apalagi Mas Ibas paling tepat (memimpin sementara) karena dia sudah sangat ksatria, besar peluangnya," ujar Ruhut saat dihubungi wartawan, Jumat (22/2/2013).
Namun, Ruhut menyatakan bahwa dirinya tetap mengembalikan kelanjutan roda partai ke Majelis Tinggi. "Itu wewenang Majelis Tinggi dan Mas Ibas juga Majelis Tinggi," ucap anggota Komisi III DPR tersebut.
Ibas telah resmi mengundurkan diri dari keanggotaannya di DPR. Kini ia berkonsentrasi sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat dalam menangani penyelamatan partai.
Anas jadi tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat Anas dengan pasal penerimaan gratifikasi atau hadiah saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam surat perintah penyidikan (sprindik) Anas yang ditandatangani pada Jumat (22/2/2013), Anas disebutkan tidak hanya diduga menerima hadiah terkait proyek Hambalang, tetapi juga proyek-proyek lain.
"Penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pembangunan pusat olahraga di Desa Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU (Anas Urbaningrum) sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat malam.
Saat ditanya lebih jauh mengenai proyek selain Hambalang yang diduga berkaitan dengan Anas ini, Johan enggan menjelaskan lebih detail. "Proyek-proyek lainnya, ya tentu kemungkinan ada proyek lainnya," ujar Johan.
Johan juga tidak menjawab saat ditanya apakah hadiah atau gratifikasi yang diduga diterima Anas itu salah satunya adalah mobil Toyota Harrier. Menurut Johan, dirinya tidak berbicara mengenai materi kasus. Ia mengatakan, KPK akan memaparkan bukti-bukti dan materi kasus lebih jauh dalam proses persidangan. Demikian juga ketika ditanya soal besaran atau nilai hadiah yang diterima Anas. "Ya, itu mungkin bagian yang akan saya cek kembali," kata Johan.
KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013. Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Johan, ditandatangani Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Bersamaan dengan penetapan tersangka ini, KPK mencegah Anas bepergian ke luar negeri.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang