Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi, Anak Macan yang Gigit Induknya

Kompas.com - 21/02/2013, 21:40 WIB
Sandro Gatra

Penulis

BANTEN, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi dinilai membuat tidak nyaman sejumlah elite parpol, terutama yang berjasa mengantarkan Jokowi menjadi orang nomor satu di Jakarta, salah satunya Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto. Kini, popularitas dan elektabilitas Jokowi sudah melampaui mereka.

Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, Jokowi pada lima bulan lalu bukan siapa-siapa. Namun, dengan waktu relatif singkat, Jokowi kemudian muncul sebagai calon presiden alternatif di urutan teratas pada Desember 2012.

Survei yang dilakukan Lembaga Survei Jakarta (LSJ), Selasa (19/2/2013), menghasilkan elektabilitas Jokowi lebih besar dari Prabowo Subianto, Wiranto, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, dan Megawati Soekarnoputri. Dari 13 tokoh nasional, elektabilitas Jokowi paling tinggi, mencapai 18,1 persen. Angka itu lebih tinggi daripada elektabilitas Prabowo Subianto (10,9 persen), Wiranto (9,8), Jusuf Kalla (8,9), Aburizal Bakrie (8,7), dan Megawati (7,2) (baca: Lagi-lagi Jokowi Juaranya).

"Jadi, secara tidak langsung, Jokowi sudah seperti anak macan yang menggigit induknya sendiri. Dia tampil dalam waktu singkat, tapi mampu mengalahkan orang-orang yang sebelumnya berjasa membawanya dari Solo ke Jakarta," kata Burhanuddin di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (21/2/2013).

Meski demikian, tambah Burhanuddin, elektabilitas Jokowi sebagai capres belum cukup menonjol. Berdasarkan hasil survei, dari 82 persen responden yang mengenal Jokowi, kata dia, hanya sekitar 20 persen yang akan memilih Jokowi jika maju dalam pilpres.

"Artinya tidak cukup efisien. Meskipun dibanding calon lain, dia tetap tertinggi," katanya.

Masalah lain, lanjut dia, tidak etis jika PDI-P memutuskan mengusung Jokowi di Pilpres 2014. Pasalnya, Jokowi sudah tak menyelesaikan mandat sebagai Wali Kota Surakarta ketika maju dalam Pilkada DKI Jakarta.

"Ketika sekarang menjadi Gubernur hingga 2017, kalau dia ikut arus maju di Pilpres 2014, secara etika tidak tepat. Tapi, tergantung kalau PDI-P dan saat bersamaan masyarakat memandang bahwa dia figur yang paling tepat, apa mau dikata," kata Burhanuddin.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com