Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis Korupsi, tapi Amran Tak Harus Kembalikan Uang

Kompas.com - 11/02/2013, 15:54 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun dinyatakan bersalah menerima hadiah Rp 3 miliar terkait kepengurusan izin usaha dan hak guna usaha perkebunan di Buol, mantan Bupati Buol Amran Batalipu tidak diwajibkan mengembalikan ke negara uang Rp 3 miliar yang diterimanya dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP)/PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) tersebut.

Hal ini merupakan bagian dari putusan majelis hakim yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/2/2013). Majelis hakim Tipikor tidak sependapat dengan tuntutan jaksa yang juga meminta Amran dibebani hukuman tambahan berupa penggantian uang kerugian negara. Menurut hakim, uang Rp 3 miliar dari PT HIP/ PT CCM tersebut bukanlah kerugian negara.

“Tidaklah tepat jika terdakwa dibebani penggantian uang kerugian negara karena memang tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Uang yang diterima dari Hartati bukanlah kerugian negara,” kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam amar putusan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Senin (11/2/2013). Selain itu, majelis hakim mengatakan, jaksa tidak memasukkan Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang pidana tambahan berupa penggantian uang kerugian negara dalam tuntutannya.

Majelis hakim menyatakan, Amran terbukti melakukan korupsi secara berlanjut dengan menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 3 miliar dari PT HIP/PT CCM dalam dua tahap. Uang tersebut merupakan barter atas jasa Amran yang membuat surat rekomendasi terkait izin usaha perkebunan dan hak guna usaha perkebunan untuk PT HIP/ PT CCM di Buol. Padahal, Amran mengetahui kalau pembuatan surat rekomendasi itu bukanlah kewajiban atau melanggar kewajibannya sebagai bupati Buol.

“Menyatakan Amran terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana selama tujuh tahun enam bulan penjara dan pidana denda Rp 300 juta diganti kurungan enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal. Amran dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.

Vonis Amran lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang menuntut Amran dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider kurungan enam bulan. Dalam persidangan, Amran dinyatakan terbukti menerima hadiah dari Hartati Murdaya selaku Direktur PT HIP dan PT CCM berupa uang Rp 3 miliar. Uang tersebut diberikan dalam dua tahap melalui petinggi perusahaan tersebut, yaitu Yani Anshori dan Gondo Sudjono.

Dalam kasus yang sama, Hartati divonis dua tahun dan delapan bulan penjara. Sedangkan Yani dan Gondo masing-masing diganjar satu setengah tahun dan satu tahun penjara. Ketiga orang ini hanya dianggap terbukti menyuap, yakni melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sehingga hukumannya lebih ringan daripada Amran.

Berita terkait dapat dibaca pada topik: Korupsi di Buol

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com