Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, Sidang Vonis Mantan Bupati Buol

Kompas.com - 11/02/2013, 10:21 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dijadwalkan membacakan putusan atas perkara dugaan penerimaan suap pengurusan izin perkebunan di Buol dengan terdakwa mantan Bupati Buol Amran Batalipu. Pembacaan putusan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/2/2013).

"Jadwalnya pukul 09.00 WIB," kata pengacara Amran, Amat Entedaim, di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Menurut Amat, pihaknya berharap majelis hakim menjatuhkan putusan yang sesuai dengan fakta persidangan selama ini. "Hakim sedianya melihat secara komprehensif kasus ini, tentunya dilandasi pertimbangan fukum berdasarkan fakta, makanya saya minta hakim transparan," ungkap Amat.

Meski demikian, Amat enggan berangan-angan kalau kliennya akan dibebaskan majelis hakim. Setidaknya, Amat berharap kliennya diputus ringan. Menurut Amat, uang Rp 3 miliar yang diterima Amran tersebut bukanlah uang suap ataupun pemberian hadiah, melainkan bantuan dana untuk Amran menghadapai pemilihan umum kepala daerah di Buol 2012. Saat itu, Amran menjadi calon bupati petahana.

Amat juga meyakini majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan jaksa yang meminta Amran mengembalikan uang Rp 3 miliar yang diterimanya dari PT HIP. Menurut Amat, uang tersebut bukanlah uang negara.

"Tapi uang Ibu Hartati dan Bu Hartati tidak merasa dirugikan dengan memberikan uang tersebut," ujarnya.

Dalam persidangan sebelumnya, tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut agar Amran dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta yang dapat diganti kurungan enam bulan. Amran dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah uang senilai total Rp 3 miliar dalam rangka membantu PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) mengurus izin-izin perkebunan di Buol.

Selain pidana penjara, jaksa menuntut Amran dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 3 miliar. Jika uang tersebut tidak dibayarkan setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, penuntut umum akan menyita dan melelang harta kekayaan Amran, atau diganti dengan penjara selama dua tahun.

Pidana tambahan berupa pembayaran uang Rp 3 miliar ini dibebankan ke Amran karena yang bersangkutan belum mengembalikan uang yang diterimanya dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) tersebut. Uang itu diterima Amran secara bertahap dari petinggi PT HIP, Yani Anshori dan Gondo Sudjono. Adapun Yani divonis 1,5 tahun sedangkan Gondo dijatuhi hukuman 1 tahun penjara di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu. Kasus ini juga menyeret Direktur Utama PT HIP Hartati Murdaya Poo. Hartati divonis 2 tahun 8 bulan penjara karena dianggap terbukti memerintahkan penyuapan kepada Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

    Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

    Nasional
    JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

    JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

    Nasional
    Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Nasional
    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Nasional
    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

    Nasional
    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Nasional
    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Nasional
    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Nasional
    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

    Nasional
    'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    Nasional
    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Nasional
    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com