Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Keliru Anggap Hartati Memajukan Perekonomian Buol

Kompas.com - 05/02/2013, 12:37 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dinilai keliru karena menganggap pengusaha Siti Hartati Murdaya berjasa dalam memajukan perekonomian daerah Buol. Hal itu disesalkan karena menjadi salah satu pertimbangan untuk meringankan hukuman Hartati dalam kasus suap pengurusan hak guna usaha di Buol.

"Saya meragukan hal tersebut. Pasalnya sudah jamak diketahui publik kalau usaha perkebunan kelapa sawit hanya menguntungkan kelompok pengusaha dan elit lokal, masyarakat tetap hanya menjadi buruh. Hakim keliru," ujar Donal Fariz, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), saat dihubungi, Selasa (5/1/2013).

Hal yang terjadi justru dinilai sebaliknya, yakni perekonomian rakyat di daerah tetap terpuruk. Bahkan, dapat berimbas pada sengketa tanah dengan warga maupun memicu konflik agraria. Untuk itu, putusan hakim dinilai tidak melihat dampak secara luas.

"Menurut saya, banyak kasus yang terjadi. Tidak hanya pada Hartati. Itu hanya menguntungkan pengusaha dan kelompok tertentu. Seharusnya hakim dapat melihat hal itu," ujarnya.

ICW pun menyatakan kecewa atas putusan ringan tersebut. Kepekaan hakim tipikor dinilai telah luntur terhadap kehajatan luar biasa itu. Hukuman ringan dinilai tak akan memberikan efek jera para koruptor. Untuk diketahui, pertimbangan tersebut meringankan hukuman Hartati menjadi 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Hal yang meringankan lainnya adalah perilaku sopan Hartati selama proses hukumnya.

Sementara, hal yang memberatkan yakni, perbuatan Hartati dianggap telah mennciderai tatanan birokrasi pemerintahan yang bersih dan memberantas korupsi. Perbuatannya juga dinilai kontraproduktif sebagai pengusaha. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.

Putusan itu dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/2/2013). Selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

Majelis hakim menyatakan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Vonis Hartati Murdaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com