Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Segera Eksekusi Nazaruddin

Kompas.com - 23/01/2013, 16:31 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera mengeksekusi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, setelah menerima petikan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman Nazaruddin menjadi tujuh tahun penjara.

"Jadi, putusan kasasi ini lebih berat daripada putusan banding. Setelah kita menerima petikan kasasi itu, kita akan segera melakukan eksekusi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu (23/1/2013).

Dengan demikian, Nazaruddin akan berstatus sebagai terpidana yang harus menjalani masa hukuman tujuh tahun penjara. Dalam putusannya, MA memperberat hukuman Nazaruddin dari empat tahun 10 bulan menjadi tujuh tahun penjara. MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta. Nazaruddin dianggap terbukti menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatannya dalam kasus wisma atlet SEA Games.

Menurut hakim agung, Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12 b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan pertama. Putusan ini sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Jadi, yang dipakai dasar oleh hakim di tingkat kasasi adalah Pasal 12 b. Tuntutan KPK kan juga pasal 12 b," kata Johan.

Putusan kasasi ini, menurut Johan, merupakan upaya hukum terakhir yang dilakukan KPK. Johan mempersilakan saja jika pihak Nazaruddin akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi tersebut. "KPK berhenti pada kasasi, kalau ada langkah hukum dari terpidana, ya silakan saja," ucapnya.

Meski demikian, lanjutnya, KPK tidak berhenti mengembangkan kasus suap wisma atlet SEA Games yang melibatkan Nazaruddin tersebut. Salah satu hasil pengembangan kasus ini, KPK menjerat Nazaruddin dengan pasal tindak pidana pencucian uang terkait pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia. Kasus wisma atlet SEA Games ini pun menjadi titik awal KPK mengusut kasus dugaan penerimaan suap kepengurusan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang menjerat anggota DPR Angelina Sondakh.

"Kasus ini belum selesai, ada pengembangan, ada TPPU Nazar, dan Angelina yang belum berkekuatan hukum tetap," ujar Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Nasional
BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

Nasional
DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

Nasional
Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Nasional
Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com