Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan KPK Jerat Djoko Susilo dengan Pasal Pencucian Uang

Kompas.com - 14/01/2013, 16:44 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selain menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Djoko dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Djoko diduga melakukan tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan harta hasil tindak pidana korupsi simulator SIM tersebut. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, penetapan Djoko sebagai tersangka kasus TPPU ini merupakan upaya KPK dalam menimbulkan efek jera.

"Di antaranya dengan memakai Pasal 18 kemudian dengan TPPU," kata Johan di Jakarta, Senin (14/1/2013).

Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur soal pidana tambahan berupa penggantian uang kerugian negara. Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi oleh seorang terdakwa.

Penerapan Pasal 18 ini dilakukan tim jaksa KPK dalam mendakwa terdakwa kasus dugaan penerimaan suap pengurusan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Angelina Sondakh. Sayangnya, majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak sependapat dengan jaksa dalam penerapan pasal ini sehingga Angelina tidak diharuskan membayar uang pengganti seperti yang dituntut jaksa KPK.

Mengenai TPPU, kasus Djoko ini merupakan yang ketiga bagi KPK menggunakan undang-undang tersebut. Sebelumnya, KPK menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Wa Ode Nurhayati dengan Pasal TPPU berkaitan dengan kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu, majelis hakim menyatakan Wa Ode terbukti melakukan TPPU sekaligus terbukti menerima suap.

Selain Wa Ode, KPK menjerat mantan Bendaraha Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka TPPU pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia. Kasus TPPU Nazaruddin ini merupakan pengembangan penyidikan perkara suap wisma atlet SEA Games. Sejauh ini, Nazaruddin belum disidang dalam kasus TPPU tersebut. Dalam persidangan nantinya, kata Johan, Djoko akan dibebankan pembuktian terbalik untuk meyakinkan hakim soal asal-usul harta kekayaannya.

"Beban pembuktian, ada pada terdakwa," ujarnya.

Mengenai nilai harta yang diduga dicuci oleh Djoko, Johan mengaku belum mengetahuinya. Diduga, jenderal bintang dua itu menyembunyikan, menyamarkan, mengubah bentuk hartanya yang ditengarai berasal dari tindak pidana korupsi simulator SIM. Dalam kasus simulator SIM, Djoko diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara. Diduga, kerugian negara yang muncul dalam kasus ini mencapai Rp 100 miliar. Selain itu, Djoko diduga menerima aliran dana Rp 2 miliar dari pihak rekanan proyek simulator SIM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Oposisi” Masyarakat Sipil

    “Oposisi” Masyarakat Sipil

    Nasional
    Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

    Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

    Nasional
    Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

    Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

    Nasional
    Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

    Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

    Nasional
    Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

    Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

    Nasional
    Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

    Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

    Nasional
    Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

    Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com