Dalam konteks ini, blusukan tipe satu yang dilakukan Pak SBY ataupun Pak Jokowi perlu dilanjutkan dengan blusukan tipe dua. Sayangnya, hal tersebut belum dilaksanakan optimal sehingga berbagai ide bagus hasil blusukan belum tentu masuk rencana kerja pemerintah.
Manfaat besar
Manfaat blusukan sebenarnya tidak kecil, tetapi cukup banyak pihak yang buru-buru mencap blusukan sebagai upaya pencitraan. Mungkin sebagian besar masyarakat sudah jenuh dengan ulah para politisi dan calon kepala daerah yang hanya mendekati konstituen mereka menjelang pemilihan. Setelah terpilih, rakyat tidak lagi dihampiri.
Fenomena blusukan saat ini sedikit lain karena terjadi saat periode kepemimpinan berlangsung. Apakah aktivitas itu sekadar pencitraan atau benar untuk mewujudkan aspirasi rakyat, bisa dideteksi melalui tiga hal berikut. Pertama, politisi dan pejabat publik mempunyai path dependence, tidak mudah bagi mereka mengubah gaya. Apabila pada masa lalu ia tidak dekat dengan rakyat, saat blusukan pasti ada yang aneh. Misalnya, bahasa tubuh dan bahasa tuturnya tidak pas dengan situasi. Kalau ini yang terjadi, bisa jadi yang dilakukan cuma pencitraan.
Yang kedua, ada keterkaitan kuat antara bidang yang menjadi tanggung jawabnya dan aktivitas blusukan yang dilakukan. Apabila tidak terlalu terkait, patut diduga blusukan tidak lebih dari upaya membangun citra.
Yang terakhir, upaya pencitraan biasanya hanya berhenti di media tanpa realisasi nyata. Berbagai janji pejabat saat blusukan, apabila tidak diikuti dengan program kerja yang jelas dan terukur, tentu bisa ditebak arahnya. Manusia tidak hidup di atas tumpukan sensasi, tetapi prestasi.
Blusukan menjanjikan hal positif bagi perbaikan pemerintah dan birokrasi. Ia tidak saja menjadi sumber inspirasi para pemimpin sebagai ”seniman kebangsaan” yang harus mencari inspirasi dari rakyat dan mewujudkannya untuk rakyat, tetapi juga berpotensi memperbaiki birokrasi kita yang cenderung malas dan tidak memosisikan diri sebagai abdi rakyat.
Sayang, justru blusukan sebagai upaya pencitraan terasa semakin kuat sehingga tidak terlalu banyak tokoh yang memanfaatkannya sebagai aktivitas demi kepentingan publik.
Para pemimpin dan pejabat sudah selayaknya tidak ragu lagi meniru langkah Jokowi, JK, ataupun SBY. Tidak perlu terlalu khawatir jika upaya tersebut dicurigai sebagai pencitraan karena terdapat perbedaan yang jelas antara pencitraan dan kerja keras untuk memakmurkan rakyat. Waktu akan membuktikan, mereka yang blusukan untuk tujuan pencitraan semata akan keblusuk atau tersesat betulan.
WIJAYANTO SAMIRIN Deputi Rektor Universitas Paramadina; Co-founder and Managing Director Paramadina Public Policy Institute
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.